Djoko Santoso, Anak Pensiunan Guru yang Jadi Panglima TNI

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA– Tanah air Indonesia, kembali berduka dengan meninggalnya mantan Panglima TNI Djoko Santoso, Minggu 10 Mei 2020.

Sebelum tutup usia, kesehatan Djoko memang dikabarkan sempat menurun setelah menjalani operasi pendarahan otak di RSPAD Gatot Subroto.

Berbicara karir di dunia militer, Djoko adalah salah satu tokoh nasional yang merintis kariernya dari bawah. Ayahnya adalah seorang guru SMA sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga.

Sebagai anak pertama dari sembilan bersaudara, sejak kecil Djoko sudah terbiasa hidup sederhana, apalagi setelah ayahnya pensiun. Ia bertekad untuk belajar sungguh-sungguh dan mengubah nasib keluarga sederhananya.

Usaha dan kerja kerasnya pun terbukti. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Surakarta, Djoko lolos seleksi masuk Akademi Militer (AKMIL) di Magelang. Saat berusia 23 tahun, pria kelahiran Solo, 8 September 1952 ini lulus dari AKMIL dan memulai karier militernya dari bawah.

Di TNI Angkatan Darat, Djoko lebih banyak ditugaskan di bidang intelijen. Djoko ditugaskan di pasukan Kostrad hingga sempat menjabat sebagai Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad. Namun, namanya mulai melejit justru saat ia diangkat menjadi Panglima Kodam XVII/Pattimura pada tahun 2002 silam.

Selama menduduki jabatan itu, Djoko banyak menorehkan prestasi yang membanggakan. Salah satunya adalah keberhasilannya menangani kerusuhan di Maluku. Kala itu, ia mengemban tugas tambahan sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan 2002-2003.

Berkat kesuksesannya, ia pun ditunjuk menjadi Panglima Kodam Jaya satu tahun kemudian. Karier Djoko yang gemilang tak berhenti di situ. Di tahun yang sama, ia melesat menjadi Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Pada tahun 2005, Djoko diminta menggantikan Ryamizard Ryacudu menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Dua tahun kemudian, ia ditunjuk menjadi Panglima TNI menggantikan Djoko Suyanto oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada Pilpres 2009, sebenarnya Djoko sempat diminta oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk mendampinginya sebagai cawapres. Namun, Djoko menolak tawaran Presiden ke-5 RI ini karena masih ingin fokus dengan kariernya sebagai prajurit.

Setelah 35 tahun bergelut di dunia militer, Djoko pun mengakhiri pengabdiannya pada tahun 2010. Ia sempat membentuk organisasi Gerakan Indonesia Adil Sejahtera dan Aman (ASA) yang bergerak di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Di acara peresmian ASA, pada tahun 2013, Djoko juga meluncurkan buku berjudul ‘Jenderal TNI (Purn) H Djoko Santoso: Bukan Jenderal Kancil’. Buku ini berisi riwayat hidup hingga perjuangan Djoko selama berkarier di militer.

Pada tahun 2015, Jenderal Bintang Empat ini pun menjajal masuk dunia politik dengan bergabung di partai buatan seniornya, Prabowo Subianto, Gerindra. Djoko adalah salah satu pentolan yang gencar mendukung langkah Prabowo di Pilpres 2019.

Di Pilpres 2019, Djoko ditunjuk untuk memimpin Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Namun, pasangan ini kalah suara dari calon petahana Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Setelah hiruk pikuk pilpres usai, sebenarnya nama Djoko sudah jarang terdengar. Hingga di awal Mei 2020, Djoko dikabarkan kritis setelah melewati operasi pendarahan otak.

Banyak tokoh, kerabat, dan masyarakat yang melantunkan doa bagi Sang Jenderal. Namun, apa daya, Tuhan berkehendak lain. Djoko, Jenderal sederhana dari Surakarta ini akhirnya tutup usia setelah berjuang hampir sepekan di RSPAD Gatot Subroto.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kondusifitas Kamtibmas Pilkada Papua 2024 Terjamin, Aparat Keamanan Mantapkan Kesiapan

PAPUA — Kondusifitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua 2024 terjamin, seluruh jajaran...
- Advertisement -

Baca berita yang ini