Melihat Spesifikasi Pesawat F/A 18 Hornet, Andalan Korps Marinir AS

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pesawat F-18 Hornet merupakan pesawat tempur yang didesain dalam segala cuaca di berbagai negara. F/A 18 telah digunakan dalam skuadron serangan tempur di Korps Marinir Amerika Serikat, Tim penerbangan Angkatan laut (Blue Angles), dan berbagai peran pendukung armada lainnya.

Selain itu, kemampuannya dalam beroperasi saat badai dan gurun, di mana pesawat itu menembak pesawat musuh dan memborbardir target di darat. Maka, tidak heran jika pesawat F/A Hornet menjadi ancalan bagi Korps Marinir AS dan mendukung penyebaran operasional di seluruh dunia.

F/A 18 Hornet termasuk pesawat taktis yang cocok dalam segala cuaca yang memiliki mesin ganda, bersayap tengah dan cocok ditempatkan di kapal induk. Mengutip dari Boeing, Hornet memiliki kemampuan, fleksibilitas dan kinerja yang diperlukan untuk memodernisasi angkatan udara atau angkatan laut negara.

Dalam mode tempur, F-18 digunakan sebagai pengawal pesawat tempur dan sebagai armada pertahanan udara. Sementara dalam mode serang, digunakan untuk memproyeksi kekuatan dan sebagai dukungan udara jarak dekat.

Adapun, F/A seri A dan C merupakan pesawat tempur yang didesain dengan kursi tunggal, sedangkan pada F/A 18 B dan D didesain untuk dua kursi pilot. Kedua model ini kerap digunakan untuk serangan udara, kontrol udara taktis, dan misi pengintaian.

Namun pada April 2018, Angkatan Laut AS menegaskan bahwa pihaknya tidak lagi menggunakan pesawat F/A 18C sebagai pesawat tempur.

Sebelumnya, pesawat asing jenis F-18 Hornet sempat terbang di atas Perairan Natuna, Kepulauan Riau, 6 April 2021 lalu. Saat ini, TNI masih terus mendalami peristiwa tersebut.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini