Oleh: Aisyah Aiman )*
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, praktik politik uang (money politics) kembali menjadi perhatian utama dalam upaya menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya mengancam integritas Pemilu, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip dasar demokrasi yang seharusnya mementingkan kebebasan, keadilan, dan partisipasi publik yang sehat. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap praktik politik uang yang kerap muncul saat pemilu berlangsung.
Politik uang adalah tindakan memberikan atau menjanjikan uang, barang, atau bentuk hadiah lainnya kepada pemilih untuk memengaruhi pilihan politik. Praktik ini membawa dampak negatif yang jauh lebih besar dalam jangka panjang. Pertama, politik uang mencederai proses demokrasi. Pemilih yang seharusnya memilih pemimpin berdasarkan program, visi, dan misi, justru dipengaruhi oleh iming-iming materi. Akibatnya, pemimpin yang terpilih sering kali bukanlah yang kompeten atau memiliki integritas, melainkan yang mampu ‘membeli’ suara.
Selain itu, politik uang juga merusak tatanan sosial dan etika politik. Masyarakat yang terjebak dalam praktik ini akan kehilangan kesadaran politiknya, dimana hak pilih yang sangat berharga dipertukarkan dengan uang atau barang dalam jumlah yang relatif kecil. Hal ini memperburuk ketimpangan sosial dan menghambat pembangunan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan.
Ketua KPU Kota Tidore Kepulauan, Randi Ridwan, pada acara deklarasi kampanye damai yang diadakan pada 24 September 2024, menegaskan pentingnya menggelar kampanye yang damai dan bebas dari praktik politik uang dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan 2024. Randi juga menekankan bahwa Pilkada adalah sarana bagi rakyat untuk mengekspresikan kedaulatannya, dan segala bentuk pelanggaran seperti politik uang hanya akan mencederai hak-hak politik masyarakat. Salah satu tujuan dari Pilkada adalah menciptakan kompetisi yang sehat, dimana kandidat berfokus pada promosi program yang ditawarkan, bukan memanfaatkan cara-cara kotor seperti menyebar uang untuk meraih simpati.
Dalam upaya mencegah politik uang, peran dari aparat penegak hukum dan lembaga penyelenggara Pemilu sangat krusial. Pada acara Deklarasi Pilkada Damai 2024, Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, memberikan peringatan keras terhadap praktik politik uang dan kampanye hitam yang kerap terjadi selama proses Pemilu. Tindakan tegas akan diambil terhadap siapa saja yang terlibat dalam praktik ini, termasuk kerawanan yang mungkin terjadi saat pemungutan suara, seperti perusakan tempat pemungutan suara (TPS), intimidasi terhadap petugas, atau ancaman kepada pemilih.
Daniel juga menegaskan pentingnya netralitas dari anggota TNI-Polri dalam menjaga ketertiban dan keamanan selama Pilkada 2024 berlangsung. Netralitas aparat sangat penting untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan baik tanpa adanya intervensi atau keberpihakan yang dapat mempengaruhi hasil Pemilu.
Pemilih yang kurang teredukasi sering kali menjadi sasaran empuk bagi praktik politik uang, dimana cenderung memilih berdasarkan iming-iming materi daripada pertimbangan rasional seperti visi atau program kerja calon. Oleh karena itu, edukasi politik kepada masyarakat menjadi kunci untuk menekan praktik ini. Masyarakat perlu disadarkan bahwa pemilihan pemimpin yang tidak berdasarkan uang tetapi berdasarkan kapabilitas dan integritas calon adalah langkah awal untuk memastikan kesejahteraan dan kemajuan daerah.
Pencegahan politik uang bukan hanya tanggung jawab penyelenggara Pemilu dan aparat penegak hukum, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Penjabat Gubernur NTT, Andriko Noto Susanto, menekankan pentingnya mengedepankan nilai-nilai kesantunan dalam berpolitik. Hoaks, ujaran kebencian, dan politik uang adalah ancaman nyata yang dapat merusak persatuan bangsa jika tidak ditangani dengan serius. Susanto mengajak semua pihak, baik calon kepala daerah maupun masyarakat umum, untuk saling menghormati dan menjaga keharmonisan selama berlangsungnya Pilkada 2024.
KPU dan Bawaslu di setiap tingkat, mulai dari provinsi hingga kota dan kabupaten, diharapkan dapat bertindak sebagai pengawas yang adil dan profesional serta harus berkomitmen untuk tidak berpihak kepada calon mana pun dan menindak tegas setiap pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan.
Deklarasi kampanye damai yang dilakukan oleh KPU Kota Tidore Kepulauan dan Polda NTT adalah contoh konkret dari upaya preventif yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi politik uang. Deklarasi ini menekankan pentingnya menjaga keutuhan bangsa dan menjamin pelaksanaan pemilu yang damai, adil, dan jujur. Dalam hal ini, masyarakat wajib menjadi bagian dari pengawasan terhadap praktik-praktik yang mencederai demokrasi seperti politik uang dan hoaks.
Pilkada 2024 merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan positif di daerahnya masing-masing. Namun, tantangan seperti politik uang harus dihadapi dengan kewaspadaan. Masyarakat harus menolak segala bentuk iming-iming materi yang merugikan dalam jangka panjang. Memilih pemimpin bukanlah transaksi jual beli, melainkan bentuk tanggung jawab moral untuk memastikan masa depan yang lebih baik.
Dengan meningkatkan literasi politik dan memperkuat pengawasan terhadap praktik-praktik yang mencederai demokrasi, diharapkan Pilkada 2024 dapat berjalan dengan damai dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan karena uang atau kekuasaan.
)* Penulis adalah Pemerhati Politik dari WTC Rersearch Institute