Oleh: Wahyu Bima Prasetyo
Bulan Ramadhan menjadi momen yang sangat sakral bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain menjalankan ibadah puasa, umat Islam juga meningkatkan ketakwaan dengan memperbanyak ibadah lain seperti shalat, membaca Al-Qur’an, serta memperdalam ilmu agama. Namun, di tengah kesucian bulan ini, muncul ancaman yang dapat mengganggu keimanan, yakni maraknya aliran sesat dan ajaran menyimpang yang menyesatkan umat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Maros baru-baru ini mengeluarkan maklumat terkait keberadaan aliran sesat bernama Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa. Aliran yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Petta Bau ini telah mengajarkan rukun Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang benar.
Dalam ajarannya, disebutkan bahwa rukun Islam tidak hanya lima, melainkan sebelas. Selain itu, ajaran ini menyatakan bahwa ibadah haji tidak wajib dilakukan di Makkah, melainkan dapat digantikan dengan berhaji ke Gunung Bawakaraeng.
Sekretaris MUI Maros, Ilyas Said, menegaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi dan pengumpulan data, ajaran yang disebarluaskan oleh Petta Bau sudah memenuhi kategori sesat. Aliran tersebut dinilai telah menyimpang dari ajaran Islam yang sahih dan berpotensi menyesatkan masyarakat.
Oleh karena itu, MUI Maros meminta agar ajaran ini segera dihentikan dan dilakukan pembinaan terhadap para pengikutnya. Jika ajaran tersebut masih terus disebarkan, maka tindakan hukum dapat dikenakan kepada pihak yang bersangkutan karena berpotensi memicu konflik sosial di tengah masyarakat.
Ketua MUI Maros, Syamsul Kahliq, dalam maklumatnya menegaskan bahwa ajaran yang dibawa oleh Petta Bau tidak hanya menyimpang dari Al-Qur’an dan hadis, tetapi juga bertentangan dengan fatwa yang telah ditetapkan oleh MUI pusat.
Aliran tersebut mengabaikan prinsip dasar dalam Islam dan menciptakan doktrin baru yang bertentangan dengan syariat. Selain mengajarkan rukun Islam yang tidak sesuai, aliran ini juga menanamkan keyakinan yang salah terkait pelaksanaan ibadah haji.
Keberadaan aliran sesat ini tidak hanya menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat, tetapi juga dapat menimbulkan keresahan. MUI Maros bersama dengan Tim Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian, kejaksaan, dan pemerintah daerah untuk memastikan penghentian ajaran ini.
Investigasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa aliran tersebut telah melanggar sepuluh kriteria aliran sesat yang telah ditetapkan oleh MUI pusat. Oleh sebab itu, tindakan tegas perlu diambil untuk mencegah penyebarannya semakin meluas.
Tidak hanya menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Islam, pemimpin aliran ini juga diduga melakukan praktik penipuan dengan menjual benda pusaka kepada para pengikutnya. Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Maros, Muhammad, mengungkapkan bahwa benda pusaka tersebut diklaim dapat menjadi kunci masuk surga.
Keyakinan ini jelas menyimpang dan bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang mengajarkan bahwa keimanan dan amal ibadahlah yang menentukan nasib seseorang di akhirat, bukan melalui benda-benda tertentu.
Muhammad juga menilai bahwa praktik penjualan benda pusaka tersebut hanyalah modus untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ketika mengalami kesulitan ekonomi, pemimpin aliran ini kembali menjual benda-benda pusaka kepada pengikutnya dengan harga yang bervariasi. Praktik seperti ini sangat berbahaya karena tidak hanya menyesatkan umat, tetapi juga mengeksploitasi kepercayaan masyarakat demi keuntungan pribadi.
Dalam upaya menanggulangi penyebaran ajaran sesat ini, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Tompobulu, Danial, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Deteksi Dini dan Penanganan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, menegaskan bahwa Kemenag akan bekerja sama dengan MUI serta organisasi keagamaan Islam lainnya untuk memberikan pembinaan kepada para pengikut aliran tersebut.
Langkah ini diambil agar masyarakat yang telah terlanjur terjerumus ke dalam ajaran sesat dapat kembali kepada ajaran Islam yang benar dan tidak lagi terpengaruh oleh doktrin yang menyimpang.
Kasus aliran sesat seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sejarah mencatat bahwa berbagai aliran menyimpang kerap muncul dengan doktrin-doktrin yang berlawanan dengan ajaran Islam yang sahih.
Modus yang digunakan pun beragam, mulai dari memberikan janji keselamatan di akhirat, hingga menjual benda-benda yang diklaim memiliki kekuatan spiritual. Oleh sebab itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan, terutama di bulan Ramadhan, ketika semangat religiusitas umat Islam sedang berada pada puncaknya.
Pendidikan agama yang benar menjadi kunci utama dalam menangkal penyebaran ajaran sesat. Umat Islam diharapkan dapat memperdalam ilmu agama dari sumber yang kredibel dan berpegang teguh pada ajaran Al-Qur’an serta hadis yang sahih. Selain itu, penting untuk selalu melakukan cross-check terhadap setiap ajaran baru yang muncul agar tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru.
Pengawasan dari pihak berwenang juga memiliki peran krusial dalam mencegah munculnya kembali aliran sesat di tengah masyarakat. Keberadaan lembaga seperti MUI dan Kemenag harus diperkuat agar mampu bertindak lebih cepat dalam mengidentifikasi dan menindak aliran-aliran yang berpotensi menyesatkan.
Selain itu, kolaborasi dengan aparat keamanan dan pemerintah daerah harus semakin ditingkatkan guna memastikan ajaran menyimpang tidak memiliki ruang gerak untuk berkembang.
Bulan Ramadhan adalah saat yang tepat untuk kembali kepada ajaran Islam yang benar dan menjauhkan diri dari segala bentuk penyimpangan. Waspada terhadap ajaran sesat bukan hanya tugas ulama dan pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh umat Islam agar keimanan tetap terjaga dan tidak mudah tergoyahkan oleh ajaran yang menyesatkan. (*)
Peneliti Masalah Sosial – Lembaga Kajian Sosial Nusantara