MATA INDONESIA, JAKARTA – Lonjakan kasus Covid19 dalam enam bulan ini semakin meningkat. Hal ini menandakan bahwa virus tersebut memiliki kekuatan penyebaran yang lebih intensif atau dua kali lebih cepat ketimbang versi virus yang terjadi di Wuhan pada akhir 2019 lalu.
Akankah Virus ini berevolusi? Tentu, Karena beberapa fakta telah menunjukan perkembangannya dan lonjakan kemampuan dalam potensi penularan yang semakin melompat tinggi. Pertama kali terjadi di Kent, Inggris. Varian Alfa pertama kali teridentifikasi. Setelah itu varian Delta di India yang kasusnya menyeramkan karena kecepatan dan keganasannya.
Seakan perlu melihat ke belakang saat kali pertama Virus Corona ditemukan dan menyebar dengan cepat di Wuhan Cina. Mulai dari binatang seperti Kelelawar dan kemudian hinggap di tubuh manusia.
Setelah melompat ke manusia varian pertama virus corona sudah cukup mampu untuk memulai pandemi meski tak sempurna namun bisa berkembang dan semakin berkembang. Profesor Wendy Barclay, virolog dari Imperial College London mengatakan bahwa virus itu nyaris sempurna saat masuk dalam tubuh manusia. Hal ini dikarenakan virus ini kemudian berkembang dan bermutasi menjadi berbagai varian.
Wendy mencontohkan pandemi flu sampai Ebola yang melompat ke manusia kemudian menyebar dengan cepat. Demikian juga dengan virus Corona.
Cara termudah untuk membandingkan kemampuan penyebaran virus secara biologis ialah dengan angka reproduksi atau R. Angka itu adalah jumlah rata-rata orang yang ditulari seseorang yang terinfeksi virus jika tidak ada dari orang-orang tersebut yang kebal dan melakukan langkah-langkah pencegahan infeksi.
Contohnya, angka R 1 berarti satu orang yang terinfeksi menularkan virusnya ke rata-rata satu orang lainnya. Angka R virus corona sekitar 2,5 ketika pandemi dimulai di Wuhan dan bisa sampai 8,0 untuk varian Delta.
Dari gambar diatas, bisa ditelusuri bagaimana virus ini melakukan evolusi secara besar-besaran sehingga memunculkan varian-varian baru yang jelas berbeda dengan cirus corona pertama yang ditemukan di Wuhan Cina.
Nah, bisakah evolusi virus ini berhenti? Setidaknya bisa melalui Program vaksinasi yang sekarang gencar dilakukan seluruh negara. Kegiatan tersebut setidaknya akan memberi virus corona berbagai rintangan dan memengaruhi arah evolusinya. Konsep ini yang disebut pertukaran evolusi (evolutionary trade-off).
Karena Ada kemungkinan bahwa perubahan yang membuat suatu virus dapat menghindari vaksin. Seperti Varian Beta. Varian ini memiliki sebuah mutasi yang disebut E484K yang akan membuat virus berlari jauh dari sistem imun yang dimunculkan karena vaksin. ”Virus ini kerap membuat kami terkejut. Ini jauh lebih buruk dari yang kita takutkan,” kata Dr. Aris Katzourakis, yang mempelajari evolusi virus di Universitas Oxford.
Katzourakis menyebutkan munculnya varian garis keturunan (Alpha dan kemudian Delta) hanya dalam waktu 18 bulan. Dan masing-masing varian ini 50 persen lebih mudah menular. Katzourakis khawatir akan terjadi lonjakan penyebaran dari varian baru ini dalam dua tahun ke depan.
Jadi, bagaimana para varian virus corona menyebar dengan lebih baik?
Ada banyak trik yang bisa dilakukan virus, misalnya:
- memperbaiki caranya membuka pintu ke sel-sel tubuh kita
- menjadi tahan lebih lama di udara
- meningkatkan “viral load”, sehingga pasien dapat menghirup atau menyebarkan lebih banyak virus
- mengubah tahapan infeksi ketika ia menular ke orang lain
Salah satu cara varian Alfa menjadi lebih mudah menular ialah dengan menjadi lebih lihai dalam menyelinap melewati ‘alarm penyusup’ dalam tubuh kita, yang disebut “respons interferon”.
Mengerikan bukan? namun sekarang ini satu-satunya jalan untuk mempertahankan tubuh kita dari serangan virus dan variannya tetap melalui vaksinasi.
Di negara-negara yang mampu memiliki dan mengadakan program vaksinasi, diharapkan varian-varian berikutnya tidak akan menjadi masalah besar karena sebagian besar populasi karena sudah kebal. Lalu bagaimana dengan negara-negara miskin yang tidak punya anggaran untuk mengadakan vaksinasi besar-besaran?
Reporter : Ananda Nuraini