MATA INDONESIA, QUITO – Dalam film trilogi Lord of the Rings karya JRR Tolkien, terdapat pohon-pohon yang bisa bergerak melintasi hutan. Pohon-pohon ini bergerak karena akar-akarnya bisa berjalan. Tidak hanya di film, pohon berjalan ini ternyata ada di dunia nyata. Pohon ini bernama Pohon Palem.
Pohon Palem ini berada di jantung hutan lindung, Sumaco Biosphere, 100 km arah tenggara Quito, Ekuador. Hutan ini sekarang masuk dalam kawasan yang dilindungi UNESCO.
Perjalanan menuju hutan Pohon Palem ini dari Quito yang merupakan ibu kota Ekuador, Amerika Selatan tidaklah gampang. Tiga jam perjalanan menggunakan kendaraan dari pinggiran kota, masuk ke pintu masuk hutan, kemudian mengarungi sungai dengan perahu dengan jarak tempuh 3 jam, setelah itu dua jam menggunakan keledai karena jalannya curam, dan terakhir berjalan kaki selama 8 jam di jalanan berlumpur.
Peter Vrsansky, ahli palaeobiologi dari Institut Sains Bumi dari Akademi Sains Slowakia di Bratislava, mengatakan gerakan Pohon Palem ini terjadi karena saat tanah hancur, akar pohon tumbuh dan mencari tanah baru yang lebih solid. Biasanya akar-akar ini akan bergerak sejauh 20 meter setiap harinya.
Menurut Peter, saat akar-akar berada di tanah baru dan pohon melengkung menuju akar baru, akar yang lama pelan-pelan terangkat ke permukaan. Proses bagi pohon untuk berpindah ke tempat baru dengan sinar matahari yang lebih banyak dan tanah yang solid bisa memakan dua tahun.
Peter sengaja tinggal di kawasan itu dan membuat dokumentasi ancaman yang membahayakan keajaiban biologi di hutan tersebut selama beberapa bulan. Selama penyelidikan, ia menemukan banyak temuan unik, seperti Air Terjun setinggi 30 meter yang belum pernah diabadikan dan dua spesies vertebrata baru (seekor kadal dan katak).
Tak hanya itu, Peter juga diserang sekawanan kera besar. Kera-kera itu menimpuki segala benda ke arah Peter, termasuk ranting kering sepanjang 6 meter serta kotoran dan urine mereka. Hal ini membuat Peter harus mencari makanan di hutan dan bertahan dari kondisi sulit.
Peter kehilangan berat badan 10 kg dalam seminggu. Ia menemukan lebih dari 150 spesies kecoak di sebuah tempat. Semua kecoak tersebut memiliki warna yang berbeda, ada yang menyala terang di dalam gelap dan memiliki kemampuan kamuflase sehingga sulit dibedakan dengan daun-daun di sekitar.
Sayangnya, walau hutan ini menakjubkan, Pemerintah Ekuador mulai menjual sepetak demi sepetak lahannya ke pihak swasta. Tak hanya itu, beberapa hektare hutan ini dibuka untuk pemukiman penduduk.
”Yang terjadi saat ini adalah orang-orang datang, menebang pepohonan, dan memperoleh hak kepemilikan di sebidang tanah. Setelah lima tahun, mereka kemudian menjualnya ke pihak lain,” keluh Vrsansky.
Agar hutan lindung itu tidak jauh ke tangan penebang, para pegiat lingkungan berupaya membeli hutan sepetak demi sepetak. Satu hektare dijual kurang dari USD 500 atau Rp 6,9 juta. Seorang pegiat lingkungan bernama Garcia telah membeli lebih dari 300 hektare. ”Dia bukan orang kaya. Namun kini dia memiliki dan melindungi elang, jaguar, dan lebih dari 10.000 spesies hewan. Dan, dia memiliki air terjun,” kata Vrsansky.
Upaya perlindungan lainnya ialah menjual lahan hutan ke universitas atau institut sehingga kawasan itu bisa menjadi daerah riset yang dilindungi atau menggunakannya sebagai hutan wisata.
Unesco pun sudah turun tangan. Tapi tetap saja, atas nama pembangunan, Pemerintah Ekuador pun tak peduli. Mereka tetap menebangi pohon dan kemudian menjadikan lahannya sebagai pemukiman penduduk.
”Penebangan itu memalukan mengingat Ekuador adalah salah satu dari sejumlah negara dunia yang memiliki kawasan lindung. Namun, pohon-pohon palem itu bisa berjalan cukup cepat untuk menghindari gergaji mesin dan parang yang disokong undang-undang,””kata Vrsansky.
Reporter : Ade Amalia Choerunisa