Tempura, Makanan Khas Jepang yang Berasal dari Portugis

Baca Juga

MATA INDONESIA, TOKYO – Tempura merupakan makanan khas Jepang yang sangat terkenal di seluruh dunia. Namun siapa sangka, makanan itu ternyata bukan asli dari negara tersebut. Melainkan berasal dari orang orang Portugis yang datang ke Jepang pada tahun 1543. Hubungan kedua negara berjalan dengan baik karena terjadi aktivitas perdagangan antara Jepang dan Portugis.

Dimulai dari persenjataan dan beberapa barang seperti sabun, tembakau, wol, hingga resep makanan. Sayangnya, bangsa Portugis diusir pada tahun 1639 oleh penguasa Shogun Lemitsu. Alasan pengusiran ini dikarenakan gencarnya misionaris Katolik dari Portugis untuk menyebarkan agama Kristen di Jepang.

Sebenarnya hubungan Jepang dan Portugis saat itu berjalan cukup baik. Orang Portugis meninggalkan sebuah resep makanan dari kacang panjang goreng yang disebut Peixinhos da Horta. Resep ini diperkenalkan oleh misionaris Katolik asal Portugal kepada rakyat Jepang di Nagasaki, Kyushu, pada abad ke-16. Pada saat itu, Jepang sedang berada pada masa sakoku (mengucilkan diri). Pada masa itu Jepang memutuskan hubungan dengan dunia, kecuali dengan Portugal, Belanda, dan Tiongkok yang berdagang di kota pelabuhan Nagasaki.

Para misionaris Portugis ini membuat tempura sebagai pengganti daging saat masa Puasa.

Nama “tempura” berasal dari frasa Latin “ad tempora cuaresme” yang artinya “Di saat Puasa.” Khalayak Jepang salah kaprah dan menamai masakan ini “tempura”.

Namun, hal ini masih diperdebatkan karena ada negara yang memiliki hidangan serupa. Para pakar sejarah makanan berspekulasi bila tempura Portugal datang dari makanan dari Goa di India yang bernama Pakora.

Saat pertama kali diperkenalkan, tempura tidak begitu populer karena jarang dimasak. Hal ini karena teknik masak menggoreng merupakan hal yang “asing. Kemungkinan pada masa itu harga minyak begitu mahal. Padahal, makanan ini butuh banyak minyak.

Hal itu berubah pada Zaman Edo (1603 – 1867), saat produksi minyak sayur dan minyak wijen meningkat pesat di Jepang.

Tempura dikonsumsi sebagai makanan ringan, bukan sebuah hidangan. Namun, karena arsitektur kayu Jepang yang mudah terbakar, jenis makanan ini masih jarang dimasak di rumah, melainkan di rumah makan kelas atas.

Cara makannya pun berbeda dengan zaman sekarang. Dulu, dihidangkan batangan seharga 4 mon (sekarang, 80 yen). Karena rakyat Jepang jarang makan daging dan makanan berminyak, mereka memakan dengan lobak parut untuk “menghilangkan” sensasi berminyak.

Konon , shogun pertama pada Zaman Edo, Ieyasu Tokugawa, amat suka dengan tempura. Saking sukanya, salah satu rumor mengatakan bahwa penyebab kematian Tokugawa adalah “terlalu banyak makan tempura”.

Pada akhirnya, tempura dinobatkan sebagai salah satu dari “Edo no Zanmai” (“Tiga Hidangan Zaman Edo”) bersama sushi dan soba.

Tempura dulu dan sekarang

Awalnya, tempura berbahan dasar daging cincang, sayur, dan ikan. Sekitar abad ke-18, para juru masak Jepang mulai bereksperimen.

Mereka mencoba memasak bahan laut dan sayur-mayur menjadi tempura. Di saat itulah, makanan ini menjadi jati diri Jepang. Kepopulerannya kian meroket pada Zaman Meiji (1868 – 1912). Hal ini terjadi saat rumah makan tempura bermunculan di Jepang, terutama di daerah Ginza, Asakusa, dan Nihonbashi.

Salah satu gaya tempura yang paling terkenal saat itu adalah “Ozashiki Tempura”. Juru masak memasak tempura langsung di depan pelanggan dalam ruang tatami. Jadi, tempura yang dihidangkan tetap garing!

Orang Jepang mengisi tempura itu dengan udang. Jovi Avillez, koki pemenang bintang Michelin pemilik salah satu restoran terkenal di Lisbon Portugal mengatakan bahwa Tempura sekarang menjadi lebih lezat karena ada campuran dari kuliner Jepang,

Jovi mengakui awal mula makanan ini berasal dari hidangan Peixinhos da Horta. ”Tidak ada yang tahu persis asal-usul peixinhos da horta. Yang kami tahu panganan itu sudah ada pada 1543,” katanya.

Menurut Jovi, Peixinhos da horta seringkali disantap selama masa puasa dalam tradisi gereja Katolik. ”Karena itu dari kacang-kacangan dan bukan dari daging,” katanya.

Reporter : R Al Redho Radja S

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini