Program Makan Bergizi Gratis Upaya Serius Pemerintah Wujudkan Generasi Emas 2045

Baca Juga

Oleh: Arman Panggabean

Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam membangun fondasi sumber daya manusia yang berkualitas melalui berbagai program unggulan. Salah satu inisiatif yang menonjol adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dirancang untuk mengatasi persoalan gizi pada anak sekolah, menurunkan angka stunting, serta meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan sejak usia dini. Program ini juga merupakan bagian dari komitmen nasional untuk mempersiapkan generasi emas 2045 yang sehat, cerdas, dan kompetitif.

Di balik pelaksanaan program MBG yang ambisius, terdapat strategi besar yang melibatkan penguatan ekosistem lokal. Dewan Ekonomi Nasional (DEN), melalui ketuanya, mendorong agar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berfungsi sebagai dapur penyedia makan bergizi, memprioritaskan pembelian bahan baku dari petani sayur, peternak telur, dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di sekitar wilayah operasional mereka. Pendekatan ini diyakini mampu memperluas dampak ekonomi dari program, sekaligus memperkuat kemandirian pangan masyarakat lokal.

Dengan mengutamakan bahan baku lokal, manfaat ekonomi tidak hanya dirasakan oleh anak-anak sebagai penerima makanan bergizi, tetapi juga oleh para petani dan pelaku UMKM yang mendapatkan pasar tetap. Kolaborasi antara penyedia makanan dan pelaku ekonomi lokal ini diharapkan menciptakan mata rantai produksi yang saling menguntungkan, membangun kemandirian daerah, serta memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat dari bawah.

Namun, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang sangat besar. Pada tahap awal, anggaran yang dikucurkan telah mencapai puluhan triliun rupiah, dan diprediksi akan terus meningkat seiring dengan perluasan wilayah cakupan dan jumlah penerima manfaat. Kebutuhan ini menjadi semakin nyata karena target program yang sangat luas, yakni menjangkau hampir 83 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia hingga akhir 2025.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menjelaskan bahwa lonjakan kebutuhan anggaran merupakan konsekuensi wajar dari skala program yang masif. Bahkan diproyeksikan tambahan dana sekitar Rp50 triliun akan dibutuhkan agar layanan makanan bergizi bisa terus diberikan hingga akhir tahun 2025. Hal ini menunjukkan bahwa strategi anggaran pemerintah bersifat progresif namun tetap mempertimbangkan prinsip kehati-hatian.

Meski menelan biaya besar, strategi penganggaran ini dibarengi dengan peningkatan kapasitas sistem pelaporan dan pengawasan berbasis data. Pendekatan ini menjadikan pelaksanaan MBG lebih transparan dan akuntabel, sekaligus menjadi tolok ukur penting dalam pengelolaan program sosial lainnya. Efektivitas pengelolaan anggaran pun tercermin dari peningkatan serapan yang konsisten dari bulan ke bulan, menandakan bahwa program dijalankan dengan ritme yang terukur dan tepat sasaran.

Kesuksesan MBG juga tidak bisa dilepaskan dari kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kerja sama ini dinilai menjadi elemen penting untuk memastikan bahwa perencanaan, pendanaan, distribusi, hingga pengawasan program dilakukan secara terpadu dan sesuai dengan kondisi lokal. Anggota Komisi IX DPR RI menekankan pentingnya koordinasi yang intens antara pihak legislatif, eksekutif, dan pemerintah daerah agar pelaksanaan program benar-benar efektif dan menyentuh kebutuhan masyarakat secara langsung.

Selain memperkuat koordinasi, program MBG juga diyakini memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja lokal. Setiap dapur gizi yang dibuka di kabupaten atau kota dapat menjadi sumber lapangan pekerjaan baru, sehingga turut menekan angka pengangguran. Hal ini menjadi bukti bahwa dampak dari MBG tidak hanya terbatas pada aspek kesehatan dan pendidikan, tetapi juga merambah ke bidang ekonomi dan sosial secara lebih luas.

Menteri Dalam Negeri pun mengakui bahwa antusiasme pemerintah daerah dalam mendukung MBG sangat tinggi. Banyak kepala daerah yang telah mengalokasikan anggaran dari APBD untuk mendukung program tersebut. Bahkan tercatat bahwa pada tahun 2025 mendatang, kontribusi pemerintah daerah terhadap program MBG diperkirakan mencapai Rp2,3 triliun. Ini menunjukkan bahwa semangat kolaborasi lintas level pemerintahan semakin menguat, terutama dalam mewujudkan program prioritas nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto.

Menariknya, inisiatif daerah dalam mendukung MBG bukan hanya didorong oleh kepatuhan terhadap kebijakan pusat, tetapi juga karena kesadaran akan manfaat program bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Beberapa kepala daerah bahkan menilai keterlibatan mereka dalam program MBG bisa menjadi faktor positif bagi citra dan elektabilitas politik di mata warga, karena program ini dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.

Dengan berbagai langkah konkret dan sinergi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan program MBG terus menunjukkan progres yang positif. Upaya ini menggambarkan keseriusan negara dalam menata masa depan generasi muda melalui pendekatan yang menyeluruh—dimulai dari perut yang kenyang dan gizi yang terpenuhi.

Program Makan Bergizi Gratis bukan sekadar proyek bantuan makanan, melainkan investasi jangka panjang dalam pembangunan manusia. Melalui program ini, setiap piring yang disajikan menjadi bagian dari perjuangan besar membentuk generasi unggul, sehat, dan siap bersaing secara global. Jika keberlanjutan dan kualitas program ini terus dijaga, maka cita-cita menciptakan generasi emas 2045 bukan hanya sekadar mimpi, melainkan sedang dalam proses nyata untuk diwujudkan.

Pengamat Kebijakan Sosial – Lembaga Sosial Madani Institute

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Tingkatkan Kerja Sama Internasional Berantas Judi Daring Lintas Negara

Mata Indonesia, Jakarta - Dalam rangka memperkuat upaya pemberantasan judi daring dan kejahatan lintas negara lainnya, Presiden Prabowo Subianto...
- Advertisement -

Baca berita yang ini