MATA INDONESIA, JAKARTA – Kasus pembebasan lahan warga Tuban yang mendadak kaya menjadi pembelajaran penting. Warga merasa untung dan menerima dengan senang hati pembelian lahan oleh Pertamina.
Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya mengatakan Pertamina tidak melakukan intervensi atas proses penilaian ganti rugi lahan. Penilaian dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang kemudian ditetapkan BPN setempat. ”KJPP ini yang melakukan penilaian terhadap lahan yang akan diambil alih tersebut,” katanya.
Ia mengatakan pembebasan lahan itu sudah sesuai dengan prinsip perusahaan, yaitu, tidak merugikan warga yang lahannya terdampak. Hal ini supaya uang hasil pembebasan lahan bisa memberikan manfaat ke masyarakat, perusahaannya juga memberikan edukasi kepada warga terdampak agar dapat mengelola uang hasil penggantian lahan dengan sebaik-baiknya.
Bukan hanya itu, proses juga sudah sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pengadaan Lahan Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Lantas bagaimana tata cara atas ganti rugi lahan yang berlaku?
Penilaian besarnya nilai ganti rugi lahan yang diambil kembali oleh negara untuk kepentingan umum ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan.
Besaran ganti rugi lahan tersebut merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini juga tertera pada pasal 34 ayat (1) UU 2/2012.
Selanjutnya, penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik.
Berdasarkan Pasal 63 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Setelah ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, nilai ganti kerugian tersebut menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian dengan pihak penyewa tanah yang diambil kebali haknya oleh negara.
Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak.
Namun, jika tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.
Kemudian pengadilan negeri akan memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.
Berdasarkan Pasal 5 UU 2/2012, pemilik tanah wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Hal itu dilakukan setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tentunya, semua terjadi jika kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan bersama.
Reporter: Indah Utami