Penuh Diksi Tak Biasa! 5 Puisi Sapardi Djoko Darmono yang Tak Lekang oleh Waktu

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA– Pada 19 Juni 2020 Sapardi dipanggil oleh Yang Kuasa. Banyak karyanya yang telah diciptakannya bahkan sampai ia menginjak usia ke 80 tahun sebelum menghembuskan nafas. Terakhir, ia sempat menciptakan karya berupa beragam Puisi Lintas Generasi dalam “Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang” bersama Rintik Sedu.

Jauh sebelum itu, puisi yang populer dari penyair romantis Sapardi Djoko Damono berjudul “Hujan Bulan Juni” banyak dibicarakan di sosial media. Beberapa kali diksi Hujan Bulan Juni menjadi trending topic, ketika netizen membicarakan puisi-puisi Sapardi.

Kini, meski raga Sapadi telah tiada, namun karya Sapardi terkenang sepanjang masa dan tetap hidup di hati penggemar setianya. Berikut beberapa puisi Sapardi lainnya yang terkenal selain dari puisi “Hujan Bulan Juni”:

Yang Fana adalah waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi :

Memungut detik demi detik,

Merangkainya seperti bunga

Sampai pada suatu hari

Kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?

Tanyamu. Kita abadi.

 

Pada suatu hari nanti

Pada suatu hari nanti

Jasadku tak akan ada lagi

Tapi dalam bait-bait sajak itu

Kau takkan kurelakan sendiri

 Pada suatu hari nanti

Suaraku tak terdengar lagi

Tepi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati

 

Aku ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :

dengan isyarat yang tak sempat

disampaikan awan kepada hujan yang

menjadikannya mendunh

 

Hatiku Selembar daun

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;

Nanti dulu, biarkan aku sejenak

Terbaring di sini;

Ada yang masih ingat kupandang,

Yang selama ini senantiasa luput;

Sasaat adalah abadi sebelum kau

Sapu taman setiap pagi.

 

Sajak kecil tentang cinta

Mencintai angin harus menjadi suit

Mencintai air harus menjadi ricik

Mencintai gunung harus menjadi terjal

Mencintai api harus menjadi jilat

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintaimu harus menjadi aku

Puisi-puisi Sapardi dijadikan musikalisasi puisi oleh para mahasiswanya yang pernah ia ajar saat di Universitas Indonesia. Beberapa mahasiswanya yang kerap membuat musikalisasi puisi Sapardi yaitu Ags Arya, Dipayana, Umar Muslim, Ari Malibu, dan Reda Gaudiamo.

Hingga akhirnya banyak puisi Sapardi semakin populer di berbagai kalangan. Tak hanya bisa dinikmati bagi para sastrawan berpengalaman, tetapi juga di kalangan anak muda lewat musikalisasi puisi.

Reporter : Irania Zulia  

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini