Pemungutan Suara Ulang Solusi Tuntaskan Sengketa Hasil Pemilu

Baca Juga

OlehNinda Widiasti )*

Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diselenggarakan di sejumlah daerah Indonesia, seperti Papua, Mahakam Ulu, Kota Palopo, dan Kabupaten Pesawaran, menjadi buktinyata bahwa demokrasi di Indonesia terus mengalami pematangan. Pelaksanaan PSU berlangsung aman dan damai, mencerminkan kedewasaan masyarakat dalammenyikapi perbedaan pilihan politik serta menyelesaikan sengketa secarakonstitusional.

PSU bukan sekadar proses administratif, melainkan bentuk koreksi sistem demokrasiterhadap kekeliruan prosedural. Dalam konteks ini, langkah penyelenggara pemilumenjadi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap hasil akhirpemilihan. Penyelenggaraan PSU menunjukkan bahwa ketika terjadi pelanggaran ataukesalahan dalam pelaksanaan awal, negara hadir memberikan solusi konstitusionalyang adil dan terbuka.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin, menyampaikan bahwapelaksanaan PSU di berbagai daerah berjalan tertib dengan tingkat partisipasi yang signifikan. Ia mencatat bahwa di Mahakam Ulu, partisipasi pemilih mencapai lebih dari74 persen, sementara di Pesawaran dan Palopo angka partisipasi juga tergolong tinggi. Ia menyampaikan apresiasi kepada seluruh penyelenggara dan masyarakat yang turutmenjaga suasana tetap kondusif selama proses PSU berlangsung.

Afifuddin menegaskan bahwa PSU merupakan bentuk tanggung jawab moral danhukum dari penyelenggara pemilu. Dalam situasi di mana ditemukan pelanggaranprosedur atau administrasi, penyelenggaraan ulang pemungutan suara menjadi satu-satunya cara untuk menjamin keadilan pemilu. Tindakan ini menjadi bukti bahwa sistempemilu Indonesia memiliki mekanisme korektif yang kuat untuk menjaga integritas dankeabsahan hasil pemilihan.

Dari Papua, tokoh agama Pastor Catto Mauri mengajak masyarakat untuk menyambutPSU dengan sikap damai dan hati yang jernih. Ia mendorong agar warga datang ketempat pemungutan suara untuk menunaikan hak pilih tanpa terpengaruh provokasi. Menurutnya, perbedaan pilihan politik adalah hal wajar, tetapi persatuan dan kerukunandi tengah masyarakat jauh lebih penting untuk dipertahankan.

Pastor Mauri juga menekankan pentingnya menjaga persaudaraan dalam masa pemilu. Dalam pandangannya, PSU bisa menjadi kesempatan untuk memperkuat solidaritaswarga, bukan memecah belah mereka. Pendekatan damai dari tokoh agama seperti inimembantu menciptakan suasana yang sejuk dan aman selama proses pemilihan ulang.

Sementara itu, peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, melihat PSU sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawabpenyelenggara pemilu. Ia menjelaskan bahwa pemungutan ulang, susulan, maupunlanjutan adalah respons atas ketidaksesuaian prosedural yang harus diperbaiki demi menjaga prinsip keadilan dalam Pilkada Serentak 2024.

Annisa menyoroti bahwa penyebab PSU bisa berasal dari faktor teknis, sepertikesalahan logistik dan administrasi, maupun faktor nonteknis seperti politik uang ataumanipulasi oleh aktor tertentu. Ia menilai bahwa dengan memperkuat kapasitaspenyelenggara pemilu ad hoc, serta meningkatkan pengawasan dan pelatihan, makapotensi terjadinya PSU di masa mendatang dapat diminimalisasi.

Ia juga menggarisbawahi bahwa meskipun PSU membutuhkan tambahan anggaran, pengeluaran ini justru merupakan investasi jangka panjang dalam membangun sistempemilu yang bersih dan kredibel. Annisa menyatakan bahwa tidak ada biaya yang terlalu besar ketika tujuannya adalah memastikan setiap suara rakyat dihitung denganbenar.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pendidikan politik kepada masyarakat secaraberkelanjutan. Menurutnya, pemilih perlu menyadari bahwa suara mereka adalah wujuddari kedaulatan yang tidak boleh diperjualbelikan. Melalui pendidikan yang tepat, masyarakat akan lebih waspada terhadap politik uang dan tidak mudah tergiur oleh janjiinstan dari kandidat yang tidak bertanggung jawab.

PSU yang berlangsung aman juga memperlihatkan koordinasi yang baik antara KPU, Bawaslu, pemerintah daerah, serta aparat keamanan. Dalam situasi politik yang sensitif, sinergi antarinstansi menjadi faktor utama untuk menjamin pelaksanaan pemilutetap berada dalam koridor hukum dan tidak menimbulkan ketegangan di masyarakat.

Lebih dari itu, PSU bukan hanya memberikan peluang bagi pemilih untuk menyuarakankembali pilihannya, tetapi juga memberikan ruang pembelajaran bagi seluruhpemangku kepentingan pemilu. Melalui proses ini, seluruh pihak dapat merefleksikankekurangan dan memperbaiki sistem ke depannya.

Tantangan yang muncul dalam PSU, baik dari sisi teknis maupun sosial, hendaknyadijadikan momentum untuk memperkuat sistem pemilu secara menyeluruh. Ketikaseluruh pihak, mulai dari penyelenggara hingga pemilih, menjalankan perannya dengantanggung jawab, maka demokrasi Indonesia akan semakin matang.

Dengan pelaksanaan PSU yang transparan dan akuntabel, pemerintah memperlihatkankomitmennya dalam menyelesaikan sengketa pemilu secara adil. Ini adalah contohnyata bagaimana negara memberikan jaminan bahwa setiap suara rakyat tetap memilikinilai dan tidak dikompromikan oleh kesalahan teknis maupun pelanggaran hukum.

Pada akhirnya, pemungutan suara ulang tidak hanya menjadi solusi bagi sengketapemilu, tetapi juga menjadi simbol kedewasaan demokrasi dan komitmen bersamauntuk menjaga keutuhan bangsa. Dalam proses ini, pemerintah bersama masyarakatmenunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia terus bertumbuh ke arah yang lebih baikdan lebih adil.

)* Pengamat Politik Daerah – Lembaga Politik Nusantara (LPN)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

LItbang Kompas : Masyarakat Yakin Pemerintah Mampu Tangani Bencana Sumatera Tanpa Bantuan Asing

MataIndonesia. Jakarta - Mayoritas masyarakat mengaku yakin bahwa pemerintah mampu menangani bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat...
- Advertisement -

Baca berita yang ini