Pemujaan Kepada Matahari Berasal dari Paganisme

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Di Banten, beberapa waktu lalu seorang pria bernama Natrom alias Ayah, warga Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, mengaku dewa matahari.

Hal ini berawal laporan tiga orang mantan karyawan vila milik Natrom ke seorang ulama. Salah satu kesaksian tersebut adalah pengakuan dirinya sebagai dewa matahari.

Ternyata Natrom mengalami gangguan jiwa. Sehingga ia merasa sebagai penguasa

Kasus Natrom dan mungkin saja beberapa orang mengaku sebagai Dewa Matahari ini seringkali terjadi. Hal ini karena Matahari menjadi sumber energi terbesar dari dulu hingga sekarang.

Dulu berbagai kehidupan dan aktivitas karena ada matahari. Mulai dari menanam, berburu, dan bercocok-tanam. Semuanya karena ada matahari. Jadi, bukan hal aneh kalau matahari menjadi Tuhan dan Dewa mereka.

Tercatat beberapa agama di dunia memuja matahari.

Matahari menjadi sumber cahaya dan sumber hidup beberapa suku bangsa di dunia hingga sekarang. Misalnya

  • Amaterasu di Jepang
  • Dewa matahari di Tiongkok
  • Quetzalcoatle di Mexico dan di Peru
  • Apollo atau Dionysus di Yunani
  • Mithra di Iran (Persia)
  • Adonis dan Atis di Syria
  • Osiris, Isis dan Horus di Mesir
  • Baal Samus dan Astarte di Babylonia dan Karthago

Anehnya sebagai tuhan dan dewa mereka, matahari mengalami proses kelahiran. Dan rata-rata semua kepercayaan dan agama matahari mempercayai bahwa kelahiran tuhan mereka ada di penghujung musim dingin atau di akhir tahun kalau dalam penanggalan kalendar masehi.

Paganisme

Istilah paganisme merujuk pada praktik dan tradisi para penyembah berhala. Dalam sejarah, istilah ini digunakan oleh komunitas Kristen awal di Romawi pada abad ke-4. Ini untuk membedakan keimanan mereka dari praktik dan tradisi para pemuja dewa.

Sejak saat itu, paganisme menjadi salah satu kategori pembeda yang penting di dalam proses Kristenisasi di luar Eropa. Mereka menjadi sasaran Kristenisasi lantaran kepercayaanya yang sesat, perilaku yang barbar, dan terbelakang.

Kaum pagan meyakini alam semesta beserta segala isinya adalah sakral. Sehingga pada waktu tertentu mereka merayakan ritual pergantian musim dan upacara-upacara magis untuk menghormati leluhur. Berbeda dari doktrin agama-dunia yang meyakini bahwa dunia hanya tempat singgah sementara sebelum menjalani kehidupan abadi di surga, bagi kaum pagan, dunia ini adalah surga itu sendiri.

Istilah paganisme di sepanjang abad 1-3 SM lebih dikenal dengan kata paganus yang memiliki pengertian “warga sipil non-militer”. Sepanjang abad ke 4-5 M para penulis Kristen mulai mengasosiasikan paganisme dengan takhayul (superstitio) hingga meredefinisi kata tersebut menjadi penyembah berhala desa.

Seluruh praktik dan tradisi kaum pagan, seperti festival, upacara magis, dan kepercayaan mereka terhadap para dewa bertaut erat dengan satu pandangan dunia tentang alam semesta

Pagan kemudian memengaruhi banyak agama di dunia. Termasuk pemujaan kepada matahari.

Di zaman Mesir Kuno, mereka memuja Ra, Dewa Matahari. Warga Mesir kuno percaya kalau matahari itu adalah sumber kehidupan. Kekuatan, energi, cahaya, dan kehangatan. Matahari punya itu semua. Jadi tidak aneh kalau dulu mereka punya orang-orang yang begitu memuja matahari. Apalagi saat sedang musim panen.

Bukan cuma Mesir Kuno, orang Yunani juga punya Helios yang mirip dengan Ra. Para pemuja Helios punya perayaan sendiri tiap tahun sebagai bentuk pemujaan untuk sang dewa.

Di Sumerian dan Akkadian, ada juga Dewa Matahari. Begitu juga orang Indo-Eropa. Rata-rata dari kultur kuno memang melihat matahari sebagai simbol kedewaan yang berkuasa.

Kalau di Amerika Selatan, mereka punya orang Iroquiois dan Plains. Matahari bagi mereka adalah sebuah sumber kehidupan. Tiap tahun mereka akan menampilkan tarian matahari. Hal ini dilakukan sebagai simbol antara kehidupan, bumi, dan musim subur. Matahari juga biasa dikaitkan dengan kekuatan seorang pemimpin. Banyak dari mereka percaya kalau kekuatan seorang pemimpin itu suci karena diberikan oleh matahari.

Salah satu sekte di Persia awal juga memuja matahari. Nama perkumpulannya Mithra. Mereka tiap hari merayakan terbitnya matahari. Bahkan legenda Mithra ini jadi awal mula dari kisah hidup kembali di agama Kristen. Sebutan dewa matahari yang mereka sembah adalah Heliodromus atau pembawa matahari.

Di Roma, pemujaan matahari juga hal terpenting. Mereka percaya atas monoteisme matahari/solar. Dulu, semua dewa memiliki standard kualitas matahari.

Dalam kultur agama Aztec lebih parah lagi. Manusia harus menjadi tumbal untuk santapan dewa matahari. Nama mereka adalah Huitzilopochtli dan Tezcatlipoca. Pemujaan kepada matahari juga ditemukan di berbagai teks tentang Babylonia dan beberapa catatan di Asia.

Di Jepang tentunya ada nama dewi, Amaterasu sebagai penguasa dunia. Nama agamanya Shinto. Dewi ini memiliki kedudukan tertinggi di antara para dewa yang mengatur kehidupan. Amaterasu merupakan Dewi terpenting dalam Shinto. Jadi, ada kuil utama untuk pemujaan Amaterasu di Jepang. Tiap 20 tahun sekali, ada upacara sebagai bentuk persembahan kepada sang Dewi. Upacara ini sejak tahun 690 M. Amaterasu kemudian menjelma dan bereinkarnasi menjadi kaisar Jepang.

Amaterasu dipercaya sebagai pemimpin dunia. Dalam mitologinya, ia adalah dewi dari klan imperial dan sampai sekarang. Matahari adalah simbol negara Jepang.

Selain Jepang dengan Shinto, ada Hindu yang juga memuja matahari. Di agama Hindu salah satu dewa adalah Surya. Kisah Surya kemudian beradaptasi ke cerita pewayangan sebagai dewa yang mengatur matahari. Ia mempunyai gelar Batara dan sering mengendarai kereta dengan 7 kuda mengelilingi bumi.

Dan untuk menghormati Surya, umat Hindu akan membentuk 10 posisi yoga. Mereka juga membacakan doa dan rapalan memuja Surya.

Ada 12 mantra untuk Namaskara dan mereka harus menyelesaikan 9 siklus semua mantra ini. Total lama ritual ini adalah 108 hari pertahun. Ritual pemujaan masih berlangsung hingga saat ini.

Bukan hanya dewa, tapi ada juga kepercayaan tentang pahlawan matahari atau raja matahari. Ada kepercayaan tentang dinasti Raja Matahari yang selalu damai di Iran kuno.

Di zaman modern, pemujaan matahari mungkin sudah jarang. Selain Shinto dan Hindu yang memang masih menjalani kepercayaan dan ritualnya. Tapi, bukan berarti sudah tidak ada orang yang memuja matahari.

Di zaman sekarang ini, masih ada yang mengikuti Paganisme. Beberapa orang yang masih memeluk Paganisme, menghormati matahari dan mensyukuri keberadaan matahari terlebih saat musim Panas.

Penulis: Deandra Alika Hefandia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Apresiasi Elemen Masyarakat Mendukung Terwujudnya Pilkada Damai

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Di Indonesia, Pilkada menjadi salah satu ajang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini