MATA INDONESIA, WASHINGTON – Dalam sistem pemerintahan Amerika Serikat (AS), wakil presiden memainkan peran penting dalam mengambil alih dan bertanggung jawab penuh apabila presiden berhalangan, seperti sakit parah atau bahkan meninggal dunia.
Wakil presiden diberikan akses luas terhadap presiden, meliputi hak untuk menghadiri pertemuan di kalender presiden, hak untuk bertemu dengan presiden secara pribadi setiap pekan atau terkadang setiap hari, hak untuk mengakses memo dan pengarahan yang diterima presiden, serta mendapat dukungan dari presiden.
Menurut undang-undang AS, wakil presiden memiliki dua peran, yaitu yang pertama sebagai presiden dari Senat, yang memiliki kemampuan untuk memutuskan jika terjadi perimbangan dalam pemungutan suara, dan yang kedua, sebagai orang di urutan pertama suksesi kepresidenan.
Peran wakil presiden sebagai presiden dari Senat lebih bersifat seremonial. Pada praktiknya, wakil presiden memberikan suara apabila terjadi pemilihan yang berakhir imbang di dalam Senat.
Dalam sejarah AS, telah terjadi delapan kali pergantian wakil presiden menjadi orang nomor satu di AS karena presiden meninggal. Secara keseluruhan, terdapat 14 wakil presiden AS yang akhirnya menduduki posisi eksekutif tertinggi, di mana beberapa di antaranya karena berhasil menjadikan diri sebagai presiden.
Sebagai orang kepercayaan dan penasihat presiden, wakil presiden berperan besar dalam meyakinkan Kongres dan masyarakat AS menyukseskan jalannya pemerintahan.
Namun, peran eksekutif wakil presiden baru mulai berjalan pada pertengahan abad ke-20. Sebelumnya, wakil presiden memiliki fungsi sebagai bagian legislatif. Sebagai contoh, Thomas Jefferson, yang merupakan wakil presiden dari John Adams, hingga Alvin Barkley, yang merupakan wakil presiden Harry Truman, menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk memimpin Senat.
Selama lebih dari seabad sejak 1804, wakil presiden dipilih oleh partai, bukan oleh calon presiden sehingga presiden dan wakil presiden AS seringkali tidak sejalan dan tidak cocok satu sama lainnya, baik dalam hal kepribadian, hingga ideologi politik. Pada masa-masa itu, calon yang mendapat suara electoral terbanyak menjadi presiden, dan yang mendapatkan suara terbanyak kedua meniadi wakil presiden.
Karena hal tersebut, posisi wakil presiden kala itu dipandang sebagai jabatan yang tidak menarik, bahkan dianggap sebagai akhir bagi karier politik seorang politikus.
Barulah pada masa pemerintahan Presiden ke-34 Dwight Eisenhower di tahun 1950-an, terjadi perubahan di mana posisi wakil presiden AS dialihkan dari fungsi legislatif menjadi fungsi eksekutif. Ini membuat wakil presiden lebih banyak terlibat dengan presiden.
Di masa pemerintahan Eisenhower, wakil presiden menjadi penasihat kepresidenan, yang terkadang menghadiri rapat keamanan nasional dan rapat-rapat di Gedung Putih.
Selain itu, Eisenhower juga menugaskan wakilnya, Richard Nixon, sebagai utusan ke luar negeri dan melakukan perjalanan internasional dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Sejak saat itu, wakil presiden memiliki peranan penting terhadap penugasan ke luar negeri. Contoh lainnya adalah Mike Pence, wakil presiden dari Donald Trump, yang berkunjung ke kawasan Asia Pasifik untuk berdiskusi dengan sekutu-sekutu AS.
Situasi-situasi yang tidak terduga juga mengharuskan wakil presiden ‘naik takhta’. Seperti John Tyler yang menjadi wakil presiden pertama menggantikan Presiden ke-9 William Henry Harrison, yang meninggal dunia akibat sakit.
Amendemen ke-25 Konstitusi AS, yang diratifikasi setelah pembunuhan Presiden ke-35 John F. Kennedy pada 1963, menetapkan tata cara pergantian kepemimpinan dan memungkinkan wakil presiden baru ditunjuk dengan persetujuan Kongres. Sebelumnya, jika seorang presiden meninggal dunia, posisi wakil presiden kosong hingga pemilihan presiden berikutnya.
Beberapa wakil presiden yang menjadi presiden AS antara lain Thomas Jefferson, Theodore Roosevelt, John Adams, Martin Van Buren, Millard Fillmore, Andrew Johnson, Chester Arthur, Calvin Coolidge, Harry Truman, Lyndon Johnson, Richard Nixon, Gerald Ford, George H.W. Bush, dan Joe Biden.
Reporter: Safira Ginanisa