Oleh : Stefanus Putra Imanuel )*
Langkah tegas aparat dalam perang melawan judi online menjadi sorotan utama dalam upaya menekan angka kejahatan digital yang semakin marak. Dengan berbagai modus yang terus berkembang, judi online kini telah menyasar berbagai kalangan, termasuk anak-anak dan remaja.
Aparat penegak hukum bersama pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi secara aktif untuk memberantas praktik ini dari akarnya. Tidak hanya melalui penegakan hukum, tetapi juga dengan sosialisasi dan edukasi yang komprehensif, agar kesadaran kolektif mengenai bahaya judi online semakin meningkat.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyoroti bagaimana judi online telah menyasar berbagai lapisan masyarakat, termasuk anak-anak. Dengan berbagai pola dan modus baru yang terus bermunculan, fenomena ini semakin sulit dikendalikan. Oleh karena itu, Jenderal Sigit menegaskan pentingnya langkah preventif agar masyarakat tidak terjerumus ke dalam praktik yang merugikan ini.
Ia menekankan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi lingkungan sekitar mengenai bahaya yang mengintai, terutama bagi generasi muda yang masih rentan terhadap pengaruh negatif dari dunia digital.
Kerugian yang ditimbulkan dari judi online tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi online telah menyebabkan capital outflow atau aliran dana keluar negeri hingga mencapai ratusan triliun rupiah.
Dana dalam jumlah besar yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun ekonomi dalam negeri justru mengalir ke luar negeri, yang pada akhirnya melemahkan perekonomian nasional. Hal ini menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi melalui pendekatan yang menyeluruh, mulai dari pengawasan hingga edukasi kepada masyarakat.
Peran orang tua dalam pengawasan penggunaan gawai anak-anak menjadi hal yang sangat penting. Anak-anak yang terpapar judi online cenderung mengalami kecanduan, yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk pendidikan dan kesehatan mental. Jenderal Sigit menegaskan bahwa judi online bersifat privat, sehingga sulit diawasi secara langsung.
Oleh karena itu, pengawasan rutin terhadap penggunaan gawai anak-anak harus dilakukan agar mereka tidak terjerumus lebih jauh. Orang tua juga perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai konsekuensi dari kecanduan judi online, mulai dari kehilangan uang hingga kemungkinan terjerat hutang dan masalah psikologis yang lebih serius.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid menekankan peran lembaga pendidikan dalam melindungi siswa dari ancaman judi online. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan pembangunan infrastruktur digital yang merata, pemberdayaan UMKM, serta edukasi teknologi yang maksimal.
Pendampingan oleh orang tua dan guru menjadi faktor kunci dalam menjaga keseimbangan penggunaan teknologi agar tidak berlebihan dan menjerumuskan anak-anak ke dalam konten negatif, termasuk judi online. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar akademik, tetapi juga sebagai pembimbing yang dapat mengarahkan siswa untuk memanfaatkan teknologi secara positif.
Literasi digital dinilai sebagai benteng utama dalam menangkal pengaruh negatif dunia maya. Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya membagikan materi edukasi yang dapat meningkatkan kesadaran siswa mengenai dampak buruk judi online dan pinjaman online ilegal.
Guru dan orang tua diharapkan tidak hanya bertindak sebagai pengawas, tetapi juga menjadi sumber informasi yang memberikan pemahaman mendalam kepada anak-anak tentang risiko yang dapat timbul akibat keterlibatan dalam aktivitas tersebut. Pihak sekolah juga dapat mengadakan seminar dan lokakarya mengenai bahaya judi online, dengan mengundang pakar keamanan digital untuk memberikan wawasan yang lebih mendalam kepada siswa dan orang tua.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta turut mengambil langkah konkret dalam upaya pencegahan judi online di kalangan pelajar. Sosialisasi mengenai bahaya judi online digencarkan di berbagai sekolah, dengan para kepala sekolah diberikan pemahaman tentang tanda-tanda siswa yang terindikasi terlibat dalam aktivitas ini. Dinas Pendidikan juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat dan lembaga sosial, untuk memperluas jangkauan edukasi terkait judi online dan dampaknya.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Puswosusilo, mengungkapkan bahwa perubahan perilaku siswa dapat menjadi indikasi keterlibatan dalam judi online. Siswa yang mulai menyendiri dan kesulitan bergaul bisa jadi sedang mengalami dampak psikologis dari kebiasaan bermain judi online.
Selain itu, kebiasaan belanja yang tidak wajar atau memiliki uang dalam jumlah berlebihan juga menjadi tanda yang patut diwaspadai. Guru dan pihak sekolah harus lebih peka terhadap perubahan sikap siswa dan segera mengambil tindakan jika ditemukan indikasi adanya keterlibatan dalam judi online.
Jika ditemukan indikasi keterlibatan siswa dalam judi online, pendekatan yang dilakukan bukanlah dengan memberikan sanksi langsung, melainkan melalui komunikasi dengan orang tua dan bimbingan konseling. Peran guru Bimbingan Konseling (BK) sangat penting dalam upaya pencegahan ini, karena mereka dapat memberikan pendampingan dan edukasi yang lebih intensif kepada siswa yang bersangkutan.
Langkah tegas aparat dalam perang melawan judi online harus terus diperkuat melalui sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Upaya kolektif ini menjadi kunci utama dalam menangkal dampak negatif yang ditimbulkan oleh judi online. Dengan pengawasan yang ketat, edukasi yang terus-menerus, serta kerja sama yang solid, generasi muda dapat terlindungi dari ancaman judi online dan lebih fokus dalam meraih masa depan yang lebih cerah dan berdaya saing.
)* Penulis adalah Kontributor Citaprasada Institute