Masih Asing di Telinga, Bahasa Esperanto Itu Apa Sih?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bahasa menjadi media manusia untuk melangsungkan komunikasi secara verbal. Tanpa bahasa, manusia tidak akan dapat berkomunikasi satu sama lain.

Lembaga Riset Bahasa Ethnologue mencatat ada sekitar 6.909 bahasa. Terdiri dari bahasa resmi dan bahasa nasional dari suatu negara. Dan bahasa yang paling sering digunakan atau menjadi bahasa internasional adalah bahasa Inggris, Arab, Prancis, Jerman, Spanyol, dan Portugis.

Bahasa juga menjadi identitas suatu bangsa, lho. Namun, ternyata ada pula bahasa yang bukan milik negara, melainkan bahasa buatan untuk menjadi bahasa perantara. Hal ini memudahkan proses komunikasi lantaran beragamnya bahasa.

Bahasa tersebut adalah bahasa Esperanto. Bahasa yang penciptanya adalah LL Zamenhof pada tahun 1877. Kata “Esperanto” dapat berarti sebagai seseorang yang berharap

Mulanya memang kata “Esperanto” adalah nama samaran Zamenhof. Namun, lama kelamaan akhirnya kata tersebut menjadi nama dari bahasa buatannya, sehingga terciptalah bahasa Esperanto.

Pasca sepuluh tahun diciptakan, di Rusia, Zamenhof menerbitkan sebuah tata bahasa Esperanto yang disebut Unua Libro. Setelahnya, barulah banyak versi yang muncul dari beberapa bahasa lain hingga tahun 1889.

Seiring berjalan waktu, jumlah penutur pun terus berkembang. Semula hanya berada di Kerajaan Rusia dan Eropa Timur, lama kelamaan menyebar ke Eropa Barat dan Amerika. Ini membuktikan bahwa perkembangan bahasa Esperanto makin pesat lantaran makin banyaknya orang yang menggunakan bahasa tersebut.

Kebanyakan, para penutur tersebut berasal dari Eropa Timur, Eropa Tengah (utamanya adalah wilayah-wilayah bekas Uni Soviet hingga ke Baltik), dan Asia Timur (utamanya Tiongkok).

Orang-orang di Amerika Selatan dan Asia Selatan juga banyak yang mengenal bahasa ini. Meski begitu, bahasa ini tidak banyak dikenal di negara-negara Muslim, Afrika, dan Amerika Utara.

Meningkatnya pengguna bahasa Esperanto karena para pengguna mengajarkan bahasa ini kepada keturunan mereka. Sehingga bahasa Esperanto menjadi bahasa ibu dari anak-anak tersebut.

Pernikahan antar bahasa juga menjadi faktor yang menyebabkan melesatnya pengguna bahasa Esperanto. Pasangan tersebut berasal dari negara dan memiliki bahasa ibu yang berbeda. Kemudian, agar lebih mudah dalam berkomunikasi, mereka memutuskan untuk menggunakan bahasa Esperanto, lantaran keduanya sama-sama hanya menguasai bahasa tersebut selain bahasa ibu mereka.

Meski pengguna bahasa ini kian meningkat, namun jumlah penggunanya masih sangat sedikit. Generasi muda yang menggunakan bahasa ini juga tidak seantusias orangtua mereka, sehingga mereka tidak dapat memberikan perkembangan terhadap bahasa Esperanto.

Secara resmi, tidak ada satu pun negara yang mengakui bahasa Esperanto sebagai bahasa resmi. Hanya saja, ada beberapa negara yang pernah ikut mendanai promosi penggunaan bahasa Esperanto, itu pun memang untuk kepentingan mereka sendiri. Beberapa negara tersebut adalah Tiongkok, Vietnam, dan Hungaria.

Reporter: Intan Nadhira Safitri

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini