Masa Pandemi Covid-19, Ateis Makin Meningkat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA– Ateisme semakin meningkat di seluruh dunia. Terlebih di masa pandemi yang dapat membuat seseorang menjadi kehilangan arah. Apakah dapat dinyatakan bahwa spiritualitas akan segera menjadi bagian dari masa lalu begitu saja?

Di sejumlah negara, ateisme dinyatakan secara terang-terangan bahkan menjadi populer. Semakin banyak orang di dunia mengatakan, hidup akan berakhir saat mereka meninggal. Tidak ada Tuhan, tidak ada kehidupan setelah kematian dan tidak ada rencana Tuhan.

Dilansir dari BBC, seorang Professor Kajian Sosiologi dan Sekularisme di Plazer College di Claremont, California yang juga penulis dari Living the Secular Life, Phill Zuckerman, mengungkapkan berdasarkan presentase dari manusia yang ada di dunia dipastikan bahwa sekarang semakin banyak ateis dibanding sebelumnya.

Dari catatan survei Internasional Gallup terhadap 50.000 responden di 57 negara, jumlah orang yang menyatakan dirinya religius menurun dari 77 persen menjadi 68 persen dengan rentan waktu tiga tahun terakhir.  Peningkatan sebanyak 3 persen yang menyatakan ateis. Hal itu berarti jumlah ateisme di dunia diperkirakan mencapai 13 persen.

Walau jumlahnya tidak menduduki peringkat mayoritas, dikhawatirkan pencapaian itu akan berpengaruh semakin menjadi tren global. Namun semuanya kembali pada keyakinan dari iman masing-masing.

Para peneliti melihat banyak anak muda yang sekarang tidak tertarik lagi dengan kehidupan setelah mati. Mereka memilih menikmati hidup dan menyelesaikannya. Maka, seperti yang diungkapkan Zuckerman, tidaklah heran apabila ateisme marak di suatu negara yang cenderung stabil secara ekonomi dan politik. Tak hanya itu, di beberapa negara maju pendidikan agama di sekolah-sekolah dihilangkan dan ini membuat kepercayaan kepada agama semakin berkurang.

Zuckerman mencontohkan Jepang, Inggris, Kanada, Korea Selatan, Belanda, Republik Ceko, Estonia, Jerman, Prancis, serta Uruguay. Padahal 1 abad lalu, negara-negara ini kental sekali dengan pendidikan agamanya.

Kini, negara-negara tersebut memiliki tingkat kepercayaan terendah di dunia. Padahal mereka punya tingkat pendidikan dan sosial yang relatif baik serta tingkat penghasilan yang mencukupi.

Demikian juga dengan Brasil, Jamaika dan Irlandia. Anak-anak muda di negara ini sudah mulai menurun kepercayaannya kepada agama.

Quentin Atkinson, seorang Psikolog di Universitas Auckland Selandia Baru mengungkapkan, orang-orang tidak terlalu takut akan apa yang akan terjadi pada mereka setelah di dunia. Hal ini yang membuat agama bukan lagi menjadi landasan dalam hidup mereka.

Norezayan, seorang Psikolog Sosial di Universitas British Columbia di Vancouver, Kanada dan penulis Big Gods, mengatakan bahwa dengan pendidikan, manusia terpapar pada sains dan pemikiran kritis yang dapat membuat orang mulai berhenti mempercayai intuisinya sendiri.

Hal yang terpenting bagi sains yakni saat manusia menjadi sulit mengakui bahwa dirinya salah, dan berusaha mempertahankan pemikiran untuk menerima kebenaran yang selalu berubah-ubah sesuai data empiris yang dikumpulkan dan diuji.

Reporter : Irania Zulia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini