MATA INDONESIA, JAKARTA – Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Dan tak pernah ada persoalan dalam agama Islam. Selama untuk mencari kebenaran dan tidak berujung kegaduhan.
Sama seperti perbedaan pendapat seputar Isra Mi’raj di kalangan ulama. Sampai hari ini, belum ada ulama yang benar-benar pendapatnya menjadi rujukan pasti seluruh umat Islam jika berbicara tentang Isra Mi’raj.
Misalnya peringatan Isra Mi’raj pada tanggal 27 Rajab. Sebagaimana lazimnya peringatan Isra dan Mi’raj umumnya pada tanggal 27 Rajab. Bahkan negara secara khusus menyediakan libur Isra dan Miraj secara nasional setiap tahun. Lantas, apakah bisa jika peristiwa besar dalam sejarah Islam tersebut memang benar-benar terjadi pada tanggal tersebut?
Para ulama berbeda pendapat terkait waktu terjadinya peristiwa Isra dan Mi’raj ini.
Pendapat Ulama
Al Aini dalam Umdatul Qari-nya dan An-Nawawi dalam Al-Minhaj-nya menyebutkan beberapa waktu terjadinya Isra dan Miraj.
- Pertama adalah tahun kedua setelah Muhammad SAW menjadi nabi.
- Kedua, Isra Mi’raj terjadi pada tahun ke-5 setelah Muhammad SAW menjadi nabi. Pendapat ini mendapat dukungan penuh dari An Nawawi dan Al Qurthuby.
- Ketiga, pendapat Al Manshur Faury yang meyakini Mi’raj terjadi pada 27 Rajab tahun ke-10. Ini terjadi setelah nabi mendapat wahyu dan menjadi Rasul. Kebanyakan masyarakat Indonesia mengikuti pendapat ini.
-
Keempat, pendapat Amam Al-Baihaqi yang mengutip pendapat Az-Zuhri. Isra dan Miraj terjadi pada Rabi’ul Awal tahun ke-13 setelah Muhammad SAW menjadi nabi. Yakni satu tahun sebelum hijrahnya Nabi ke Madinah.
-
Kelima, menurut pendapat As-Sadi, Isra dan Miraj terjadi pada sembilan belas bulan sebelum peristiwa Hijrah, yakni bertepatan dengan bulan Dzul Qa’dah.
-
Keenam, menurut Al-Harby, Isra dan Miraj terjadi pada tanggal 27 Rabiul Akhir satu tahun sebelum hijrahnya Nabi.
-
Ketujuh, pada bulan Ramadhan tahun ke-12 setelah kenabian, yakni enam belas bulan sebelum hijrahnya Nabi.
-
Kedelapan, pada bulan Muharram 13 tahun setelah kenabian, yaitu bertepatan dengan satu tahun dua bulan sebelum hijrahnya nabi.
Beda lagi pendapat Amam Al Baihaqi. Ia mengutip Az Zuhri, bahwa Isra Mi’raj terjadi pada Rabiul Awal tahun ke-13 setelah Muhammad SAW menjadi nabi, atau sebelum peristiwa Hijrah ke Madinah.
Selain beberapa pendapat di atas, ada juga pendapat yang sangat lemah. Yaitu terjadinya Isra dan Mi’raj sebelum Muhammad SAW menjadi nabi. Namun hal ini terbantahkan oleh Imam An-Nawawi.
An-Nawawi menyebutkan bahwa pada malam Isra dan Mi’raj tersebut Nabi SAW mendapat perintah untuk mengerjakan salat. Dan tidak mungkin hal itu terjadi jika Nabi SAW belum mendapatkan wahyu.
Hal ini juga terbukti dengan pendapat Ibnu Hisyam bahwa pada saat terjadinya Isra dan Mi’raj, Islam sudah tersebar di Kota Mekah.
Pendapat lain mengatakan bahwa Isra dan Mi’raj terjadi pada Jumat pertama bulan Rajab. Malam itu adalah malam renungan atau malam kesedihan di mana nabi merasa sedih karena kehilangan paman dan istri tercintanya, Khadijah. Namun menurut Al-Aini, pendapat ini tidak memiliki dasar sumbernya.
Banyak lagi ulama yang mengemukakan pendapat berbeda, seperti As Sadi, Al Harby, dan ulama besar lainnya. Namun, kebanyakan ulama sepakat, bukan soal perbedaan pendapat mengenai waktu yang ditonjolkan, melainkan persatuan dan semangat memperingati peristiwa suci ini. Semangat untuk selalu mengingat usaha dan jerih payah Nabi Muhammad SAW untuk umatnya.