Kenapa Masih Ada yang Percaya dengan Teori Bumi Datar?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Teori mengenai bumi datar masih kerap menjadi bahan perdebatan. Ada yang yakin dan percaya dengan konsep ini, ada juga yang menentangnya sangat keras. Apa yang sebenarnya membuat orang-orang percaya teori ini? Sebenarnya, apa teorinya ?

Pada dasarnya, dunia memang terus berubah. Para ilmuwan mengakui bahwa apa yang di temukan hari ini, bisa saja menjadi fakta baru di esok hari. Artinya, kita tidak pernah berhenti menemukan hal baru tiap harinya.

Untuk banyak orang, hal ini menjadi sebuah topik perdebatan yang seru. Sama seperti bagaimana dulu kita menyatakan bahwa bumi yang mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya. Sebuah pengetahuan baru tentu tidak selalu diterima—benar atau salah, yang sudah ada dan yang baru harus ditelaah.

Hari ini, semua orang familiar dengan bumi yang bulat. Pendapat ini dulu muncul dari filsuf Yunani, Eratosthenes. Sampai sekarang, konsep ini masih menempel, terlebih dari apa yang kita lihat di berbagai foto luar angkasa dari NASA dan apa yang sudah dilahirkan dari pemahaman ini.

Tapi, apa yang dipercayai kaum flat-earthers?

Untuk mereka bumi itu bentuknya datar, seperti kaset CD. Flat-earthers menyatakan bahwa pusat bumi ada di lingkar artika di Antartika. Lalu, pinggiran bumi terdapat dinding es setinggi 45 meter agar orang tidak jatuh dari bumi.

Bukan itu saja, mereka juga mempercayai bahwa gravitasi itu tidak ada. Kalau memang ada yang menahan berbagai hal di bumi, hal tersebut adalah energi yang tidak bisa dijelaskan.

Dengan ini, tentu saja mereka bukanlah penggemar teori relativitas milik Einteins. Dimana teori ini menyebutkan gravitasi muncul dari kelengkungan ruang dan waktu.

Untuk pertanyaan, ‘lalu ada apa di bawah bumi yang datar tersebut?’, mereka menjawab ada bebatuan, walau sesungguhnya jawaban ini belum pasti untuk mereka sendiri.

Tapi, pada umumnya kepercayaan ini tentu berkaitan dengan kepercayaan yang sudah ada. Seperti planet san luar angkasa. Para flat-earthers banyak yang menolak akan adanya luar angkasa. Para ilmuwan merasa hal ini dilakukan karena mereka menolak percaya kalau planet lain atau orbit berbentuk bulat.

Konsep siang dan malam para flat-earthers juga tentu berbeda. Mereka percaya kalau matahari dan bulan bergeser. Konsep yang mereka sebutkan adalah ‘mereka bekerja seperti lampu sorot’ dimana mereka hany menerangi bagian tertentu saja.

Bisa dibilang para flat-earthers percaya akan metode Zetetic. Dimana metode ini berarti membuat deduksi atas satu hal berdasarkan observasi indera. Tentu berbeda dengan teori bumi bulat yang dilakukan berdasarkan penelitian.

Untuk para flat-earthers, bumi bulat merupakan hasil dari mempercayai apa yang dianggap masuk akal dan cocok dengan sehari-hari. Jadi, yang menjadi bentrok antara kedua pihak ini adalah kepercayaan dan kebenaran.

Orang yang mengikuti seminar bumi datar belum tentu 100% meyakini hal tersebut. Kebanyakan datang untuk mengetahui seberapa jauh argumen mereka tentang bumi datar.

Lalu, bagaimana para ilmuwan menjawab berbagai argumen para flat-earthers atau setidaknya, orang awam?

Yang pertama, mereka akan menyarankan untuk melihat galeri foto milik NASA. Kalau dirasa kurang meyakinkan, bisa melihat galeri milik Rusia bahkan Cina.

Walau sebenarnya, hal ini dibantah juga oleh flat-earthers. Mereka berkata kalau para negara ini mengesampingkan masalah mereka untuk urusan ini agar orang-orang percaya.

Namun, kenapa banyak yang bisa percaya, ya? Kalau dipikir-pikir, mungkin apa yang disebutkan mereka aneh karena tidak familiar dengan pengetahuan umum orang kebanyakan.

Ilmuwan berkata hal ini karena semua hal punya titik ‘ambigu’nya. Di kekosongan karena ambiguitas inilah para flat-earthers menyebutkan berbagai keyakinan pemahaman mereka.

Kemudian, media sosial jadi media yang bagus untuk menyebarkan hal tersebut. Lagipula, orang mudah percaya pada apa yang ada di internet.

Selain itu, karena pengetahuan umum, orang tidak paham secara mendetil tentang bumi bulat. Jadi, saat flat-earthers datang dengan sejumlah argumen profesional mereka, pengetahuan umum jadi meragukan.

Akhirnya orang akan goyah dan ikut percaya juga.

Lagipula, mempercayai apa yang melawan pengetahuan yang sudah ‘tradisional’ bisa terdengar sedikit rebellious untuk beberapa orang. Bahkan, banyak yang menyebutnya keren.

Apapun itu, yang menarik dari perdebatan ini adalah bagaimana kedua belah pihak memberikan argumen mereka. Untuk sekarang, rasanya lebih baik untuk mempercayai apa yang ada sampai ada bukti konkret atas argumen bumi datar tersebut.

Penulis: Deandra Alika Hefandia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini