MATA INDONESIA, JAKARTA – Sebuah kisah tentang perjanjian antara Presiden RI Soekarno dan Presiden Amerika Serikat (AS) John F. Kennedy yang dikenal sebagai ‘The Green Hilton Memorial Agreement’ sempat menuai kehebohan.
Pasalnya, perjanjian yang ditandatangani oleh Soekarno dan Kennedy, serta seorang saksi dari Swiss bernama William Vouker pada 14 November 1963 di Jenewa, Swiss itu menyebutkan bahwa AS setuju mengakui kekayaan negara dalam bentuk emas yang jumlahnya 57 ribu ton merupakan harta rampasan perang milik Indonesia.
Dari keterangan itu saja, ada beberapa informasi tidak benar yang dapat dibuktikan. Pertama, pada tanggal itu, Kennedy sedang menggelar acara jumpa pers di Auditorium Departemen Luar Negeri AS, Washington D.C., sebagaimana tercatat dalam situs John F Kennedy Presidential Library and Museum. Kedua, Soekarno dan Kennedy memang pernah bertemu, namun topik yang dibahas mengenai dukungan AS untuk pengembalian Irian Barat dengan imbal balas pembebasan Allen Pope (pilot) yang ditangkap TNI AU dalam kasus PRRI Permesta, dan itu terjadi pada 24 April 1961.
Kisah kepemilikan harta emas Soekarno itu dapat dikatakan hanya sebatas karangan saja, yang memang bermula dari sebuah buku bertajuk Harta Amanah Soekarno karya Safari ANS yang terbit pada 2014.
Kendati begitu, Safari, sebagai penulis buku tersebut percaya bahwa Indonesia memiliki simpanan emas ribuan ton di Swiss. Bahkan, dia meyakini ada banyak pejabat di Indonesia yang berusaha mencairkan harta Soekarno tersebut secara diam-diam. Dia juga mengakui memiliki salinan dokumen sebagai bukti penguat informasi. meskipun hingga saat ini dia tidak pernah menunjukkannya kepada publik.
Bahkan, Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, isi buku yang menceritakan perjanjian antara Soekarno dan Kennedy itu hanyalah hoaks belaka. Selaku sejarawan profesional, Asvi meragukan dokumen yang dijadikan rujukan Safari itu. Menurutnya, perlu dilakukan pengujian oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Selain itu, dia juga menyoroti cap stempel yang dipakai Presiden Indonesia. Seharusnya, cap itu bergambar padi, kapas, dan bintang. Namun, dalam dokumen ‘The Green Hilton Memorial Agreement’, cap stempel Presiden Indonesia malah bergambar Garuda Pancasila dan mirip hasil cropping. Kejanggalan lainnya meliputi stempel kepresidenan AS dalam perjanjian tersebut berbeda dengan stempel resmi, tanda tangan Soekarno yang memiliki perbedaan dalam hal penulisan dan ejaan dengan tanda tangan resmi, serta keberadaan Soekarno yang kemungkinan besar masih berada di Jakarta saat tanggal perjanjian.
Pihak AS sama sekali tidak pernah menyinggung soal perjanjian tersebut. Jika menelusuri pencarian Google, mayoritas yang membahas ‘The Green Hilton Memorial Agreement’ adalah orang Indonesia, baik melalui media blog, forum, maupun buku. Bahkan, laman Wikipedia menyebutnya sebagai legenda urban dunia yang konon menyebabkan terbunuhnya Kennedy pada tanggal 22 November 1963 dan lengsernya Soekarno dari kursi kepresidenan oleh jaringan CIA yang menggunakan ambisi Soeharto.
Hingga kini, emas batangan milik Soekarno yang disebut-sebut bisa menyejahterakan tujuh turunan rakyat Indonesia masih menjadi misteri. Namun, informasi tersebut cenderung tidak dapat dibuktikan. Apalagi ditambah dengan fakta-fakta lain yang menunjukkan kesalahpemahaman dan unsur penyesatan informasi.
Bukan saja di Swiss, harta milik Soekarno itu juga dipercaya tersebar di berbagai penjuru Tanah Air. Alih-alih mendapatkan emas batangan Soekarno, justru yang marak beredar adalah penipuan.
Cerita tentang penipuan harta emas Soekarno sudah sering kali terjadi. Salah satunya di Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Salah seorang warga di sana tidak sengaja menemukan emas batangan bergambar Soekarno. Namun, dari hasil pengecekan oleh kepolisian, kadar emasnya hanya 8,4 persen. Bahkan, diduga emas batangan tersebut terbuat dari bahan kuningan.
Reporter: Safira Ginanisa