Cara Memajukan Turki Ala Mustafa Kemal, Kiblat ke Eropa

Baca Juga

MATA INDONESIA, ANKARA – Kekhalifahan Turki Utsmani telah berhasil dalam membentuk suatu Imperium besar yang didalamnya terdapat masyarakat multi etnis dan multi religi. Semuanya berasimilasi secara lentur, kebebasan dan otonomi kultural juga diberikan kepada rakyat yang non-muslim.

Sultan yang sekaligus menjadi Khalifah, merupakan pemimpin negara yang juga memegang kepemimpinan dalam agama. Kekhalifahan Turki Utsmani didukung oleh kekuatan ulama (Syaikhul Islam) sebagai pemegang hukum syariah (Mufti) dan Sad’rul A’dham (Perdana Menteri) adalah perwakilan kepala negara dalam melaksanakan wewenang dunia.

Lalu bagaimana awal mula Turki Utsmani hancur? semuanya berawal dari kegagalan dalam menaklukan Wina pada tahun 1683. Kekalahan itu dimaknai dengan semakin melemahnya kekuatan pasukan militer Turki Utsmani dan menguatnya pasukan Eropa.

Selain itu, kekalahan tersebut disadari sebagai penanda melemahnya tehnik dan militer pasukan Turki Utsmani. Hal tersebut menjadi awal munculnya upaya untuk mencontoh tekhnologi militer Eropa yang telah dianggap paling maju. Kemudian kondisi inilah yang membawa Turki Utsmani kepada suatu masa pembaharuan dan modernisasi.

Dari puing-puing reruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani setelah Perang Dunia I, Mustafa Kemal mendirikan Negara Republik Turki dengan prinsip Westernalisme, Sekularisme, dan Nasionalisme.

Gagasan Mustafa Kemal mengenai Sekularisme banyak terpengaruh dari pemikiran Ziya Gokalp, ia adalah seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki.

Mustafa Kemal merupakan tokoh yang mendapat didikan kemiliteran sejak kecil. Namanya menjadi populer atas pembaharuan kebijakan yang dibuatnya dan dituding berlaga ‘keeropaan’.

Setelah meruntuhkan Kekhalifahan Utsmaniyah akibat pemikirannya yang mengacu pada bangsa Barat khususnya Eropa, rasa nasionalisme Mustafa Kemal semakin tinggi. Ia bahkan menjadi tokoh yang memiliki peran kunci dalam melahirkan pembaharuan kebijakan sekularisme.

Kebijakan itu bersamaan dengan didirikannya Republik Turki pada 29 Oktober 1923. Mustafa Kemal Ataturk menjadi presiden pertama Republik Turki. Ia kemudian mengumumkan kebijakannya yakni mengubah sistem Khilafah menjadi Republik.

Demi menyukseskan kebijakan-kebijakannya, ia dengan keras menerapkan sekularisme yang termasuk pada reformasi dari ideologinya; Kemalis. Mulai saat itu banyak terjadi serangan-serangan terhadap pusat kekuatan tradisional ulama yang sudah ada sejak masa khalifah.

Serangan lainnya yakni terhadap simbol-simbol religius keislaman yang diganti dengan simbol-simbol peradaban Eropa. Hingga sekulerisasi terhadap kehidupan Islam di Turki dan kehidupan sosial masyarakatnya.

Tahap Sekulerisasi yang paling menuai kontroversi adalah ditutup dan dihapuskannya ketentuan Islam. Dalam sejarahnya, Islam sudah menjadi agama resmi Turki 600 tahun lamanya. Agama Islam harus dihapuskan dalam kebijakan Mustafa Kemal.

Banyak reformasi yang diupayakan Mustafa Kemal dengan memaksa kebiasaan masyarakat Turki. Meski menuai respons yang tidak baik terhadap masyarakat Turki, terdapat beberapa kebijakannya seperti penggantian kopiah atau peci yang biasa dipakai pria Muslim dengan topi.

Diberlakukan pula pembatasan mengenakan pakaian keagamaan Islam di lingkungan umum. Di tahun 1926, kalender hijriah yang sudah berlaku dari masa kekhalifahan diganti dengan kalender dan jam versi Barat.

Mustafa Kemal memiliki pedoman bahwa sesungguhnya Turki merupakan pemilik peradaban yang paling tua di dunia. Maka, menurutnya sudah waktunya diambil kembali dan menggantikan peradaban Islam.

Di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal, pemerintahannya menaruh perhatian yang besar terhadap segala macam hal yang berbau Eropa. Beragam kesenian seperti patung, seni gambar, dan musik mulai berdatangan ke Turki. Kebanyakan berasal dari Prancis dan Austria.

Pemerintahannya pun memberlakukan kebijakan bahwa sepatutnya para wanita menanggalkan jilbab dan membiarkan untuk tidak memakai penutup kepala apalagi cadar saat berada di lingkungan. Konsekuensinya bagi yang melanggar akan diungsikan ke negara lain.

Di tahun 1928, Mustafa Kemal memberlakukan bahasa Latin dan mengganti bahasa Arab. Mulai dari bacaan shalat, hingga dalam mengumandangkan azan. Ia banyak membuat batasan-batasan hukum bagi kaum Muslim di Turki.

Pembatasan tersebut juga termasuk pengurangan khatib sebagai orang yang menyampaikan khotbah di masjid-masjid. Ia juga mewajibkan kepada khatib untuk menyampaikan masalah-masalah pertanian dan perdagangan terhadap rakyat bahkan disaat seharusnya penyampaian keagamaan yang perlu diutamakan.

Sampai akhir masa hidupnya, Mustafa terus menancapkan kebijakan sekularisme di Turki. Peleburan terhadap etnis pun dilakukan pada Suku Kurdi yang berusaha untuk menolak atas pemberlakuan kebijakan yang tidak masuk akal.

Reporter : Irania Zulia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Wujudkan Pilkada Damai, Masyarakat Harus Lebih Bijak Gunakan Media Sosial

Jakarta - Masyarakat perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial untuk mewujudkan Pilkada Serentak 2024 yang Damai. Pusat Riset Politik...
- Advertisement -

Baca berita yang ini