Banyak Bisnis di Jepang Berusia Lebih dari 1 Abad

Baca Juga

MATA INDONESIA, TOKYO – Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki bisnis dan perusahaan dengan eksistensinya yang konsisten.

Banyak bisnis di Jepang yang masih beroperasi dari zaman dahulu hingga saat ini. Saat ini setidaknya terdapat 33 ribu perusahaan berusia lebih dari satu abad di Jepang. Salah satunya Tsuen Tea.

Tsuen Tea  adalah toko atau tempat untuk menikmati es krim atau teh hijau warung sudah buka sejak tahun 1160 dan diklaim sebagai warung teh tertua yang masih beroperasi hingga sekarang. Sekarang warung tersebut dijalankan oleh laki-laki berusia 38 tahun bernama Yusuke Tsuen.

Tsuan Tea
Tsuan Tea

Dalam wawancaranya bersama BBC, Yusuke menjelaskan tentang tokonya bisa bertahan lama sebab  fokus mereka hanya  pada teh dan tidak pernah memperluas bidang usaha terlalu jauh. Itulah mengapa mereka bisa bertahan lama.

Yoshinori Hara, dekan sekaligus profesor di Graduate School of Management Universitas Kyoto menyebut toko yang berumur panjang setidaknya telah berdiri selama 100 tahun itu dikenal dengan istilah ‘shinise‘ yang berarti toko lawas.

Hara, yang bekerja di Sillicon Valley selama satu dekade mengatakan bahwa perusahaan Jepang menekankan kesinambungan dibandingkan target memaksimalkan profit. Itulah, kata dia, alasan mengapa begitu banyak bisnis di Jepang terus bertahan.

Di Kyoto ada bisnis ‘shinise‘ lain yang tidak setua Tsuen Tea tapi jauh lebih besar, yaitu perusahaan produksi game video Nintendo. Mereka mulai dikenal di seluruh dunia melalui peralatan game elektronik tahun 1985.

Walau dianggap perusahaan teknologi, Nintendo didirikan tahun 1889 sebagai pembuat kartu permainan khas Jepang, hanafuda.

Pertama kali diimpor dari Portugal pada abad ke-16, permainan itu dijalankan dengan mengumpulkan kartu dengan beragam gambar bunga yang masing-masing memiliki poin.

Hara menilai Nintendo merupakan contoh terbaik tentang perusahaan yang memegang teguh ‘kompetensi inti’ mereka. Itu adalah konsep dasar di balik keputusan perusahaan, yang menunjang keberlanjutan mereka walau teknologi di seluruh dunia terus berkembang.

Dalam konteks Nintendo, ‘kompetensi utama’ itu adalah bagaimana menciptakan keseruan dan kesenangan.

Hara juga merujuk perusahaan kimono yang bertahan karena semakin sedikit perempuan Jepang yang mengenakan pakaian tradisional tersebut.

Salah satu produsen kimono berbasis di Kyoto didirikan tahun 1688, yaitu Hosoo. Mereka belakangan menggunakan serat karbon sebagai material utama. ”Kompetensi utama mereka tetap sama, yaitu menenun,” kata Hara.

Di Kyoto, banyak perusahaan lama yang mendedikasikan diri pada layanan pelanggan sebagai salah satu faktor untuk terus berkembang.

Itulah yang dijalankan ryokan, hotel tradisional khas Jepang yang melayani tamu seperti keluarga sendiri.

Menurut Hara perusahaan Jepang sangat menghargai sistem layanan pelanggan yang disebut omotenashi. Mereka mengantisipasi kebutuhan pelanggan karena merekalah yang bisa mewujudkan keberlanjutan bisnis.

Ada lagi cerita Keluarga Akemi Nishimura yang sudah menjalankan losmen khas Jepang di Kyoto bernama Hiiragiya selama enam generasi. Mereka merayakan peringatan 200 tahun bisnis tahun 2018. Selama ini mereka telah menyambut tamu super penting seperti Charlie Chaplin dan Louis Vuitton. ”Komunikasi dari hati ke hati, itulah bagian terbaik dari ryokan,” kata Nishimura.

Keluarga Akemi Nishimura menjalankan bisnis losmen bernama Hiiragiya selama enam generasi. Layanan mumpuni terhadap pelanggan disebutnya kunci keberlanjutan bisnis keluarganya (BBC)
Keluarga Akemi Nishimura menjalankan bisnis losmen bernama Hiiragiya selama enam generasi. Layanan mumpuni terhadap pelanggan disebutnya kunci keberlanjutan bisnis keluarganya (BBC)

Kepada BBC, ia membuka buku catatan berusia 80 tahun yang memuat secara detail cara menjalankan ryokan. Buku itu menyebut apa yang perlu dilakukan terhadap sapu tangan tamu, bagaimana mencuci, melipat, dan mengembalikannya.

Innan Sasaki, asisten profesor di sekolah bisnis University of Warwick mencoba menganalisa tentang usia panjang bisnis di Jepang, Ia menilai ada alasan lain di balik fenomena ini. ”Secara umum kami rasa ini karena orientasi jangka panjang: budaya menghargai tradisi dan pendahulu, dikombinasikan dengan fakta bahwa Jepang adalah negara kepulauan yang dulu jarang berinteraksi dengan negara lain,” ujarnya.

Sasaki merujuk pada hasrat orang-orang Jepang memaksimalkan yang mereka miliki selama mungkin, salah satunya menjaga keberadaan perusahaan atau bisnis mereka.

Sasaki mengatakan toko-toko dan perusahaan yang usianya sudah ratusan tahun itu sekarang dipegang oleh anak-anak muda. Mereka melakukan berbagai perubahan dan tetap menjaga keberlangsungan bisnis mereka. Menurut Sasaki, anak-anak muda ini geregetan dengan lambannya bisnis yang dikelola orangtua dan leluhur mereka. Rata-rata mereka mengabungkan teknologi dan memodernisasi manajemen.

Reporter: Ananda Nuraini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini