Banjir Terparah di Jakarta Terjadi Pada 2007

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Nyaris setiap tahun, terutama di awal tahun, Jakarta menjadi wilayah yang paling sering terkena banjir.

Banjir di tahun 2021 ini bisa terbilang tidak separah seperti tahun-tahun sebelumnya. Beberapa persiapan dilakukan pemerintah DKI untuk menyambut banjir di awal tahun.

Nah, sebenarnya, banjir terparah di Jakarta kapan terjadi?

Rupanya, banjir terparah dan sempat melumpuhkan Jakarta terjadi pada 1 hingga 2 Februari 2007. Saat itu sebagian besar wilayah Ibukota lumpuh.

Luas area terdampak pada banjir Jakarta awal 2007 itu adalah 455 kilometer persegi atau sekitar 70 persen dari total wilayah Ibu kota. Selain itu, bencana ini memakan jumlah korban jiwa terbanyak, yaitu 48 orang tewas dan 276.333 orang harus mengungsi dari tempat tinggal mereka yang terendam air.

Akibat banyaknya jiwa yang mengungsi, beberapa ruas jalan tol pun dibuka sebagai lokasi pengungsian mendadak. Di antara ruas jalan tol yang digunakan adalah ruas Pluit-Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Waktu pemulihan yang diperlukan sebelum aktivitas warga bisa dapat berlangsung normal kembali adalah 10 hari. Banjir besar yang terjadi di Jakarta pada Februari 2007 ini merendam 156 km persegi wilayah Ibukota.

Berdasarkan arsip harian Kompas, curah hujan selama Januari-Februari 2007 begitu luar biasa. Puncaknya terjadi pada 2 Februari ketika stasiun curah hujan mencatat rekor tertinggi 339 milimeter per hari.

Hampir 1.500 gedung sekolah tidak bisa dipakai. Ratusan anjungan tunai mandiri (ATM) terendam banjir. Hal ini menyebabkan transaksi perbankan melorot 30 persen dari hari biasa. Selain itu, jaringan telepon dan internet terganggu. Listrik di sejumlah kawasan yang terendam juga padam.

Banjir ini juga membuat 120 perjalanan kereta api batal. Akibatnya, PT Kereta Api Indonesia mengklaim kerugian sebesar Rp 800 juta. Banjir ini juga menghambat mobilitas pengguna jalan karena sebanyak 29 ruas jalan dilaporkan terputus.

Sekitar 82 ribu meter persegi jalanan Ibukota rusak ringan hingga berat akibat banjir tersebut. Total biaya rehabilitasinya ditaksir tembus Rp 12 miliar. Ribuan pengungsi dilaporkan jatuh sakit.

Pada Februari 2007 berakhir, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat 2.674 pengungsi mengidap diare. Sebanyak 1.674 jiwa terserang demam berdarah dengue (DBD), 9 di antaranya meninggal dunia.

Selain itu, ada juga penyakit leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospita interrogans ini disebarkan melalui urine hewan, seperti anjing dan tikus. Gejala leptospirosis adalah mual, muntah, meriang, sakit kepala, nyeri otot dan diare.

Sebanyak 41 pengungsi juga menderita penyakit kencing tikus. Berdasarkan laporan Kompas 3 Februari 2007, salah satu penyebab utama banjir di DKI Jakarta adalah buruknya kondisi jaringan drainase.

Banyak saluran buangan air tidak terawat dan mampat oleh sampah buangan warga. Selain itu, jaringan utilitas bawah tanah yang melintang di sepanjang jalan juga menghambat jaringan drainase Ibukota.

Reporter : Ade Amalia Choerunisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini