Aparat Tindak Tegas OPM, Negara Tak Gentar Hadapi Hoaks Separatis

Baca Juga

Oleh: Julius Iwo *)

Di tengah dinamika keamanan yang masih berlangsung di Papua, upaya sistematis yang dilakukan pemerintah melalui aparat keamanan patut diapresiasi. Salah satu tantangan utama dalam menjaga stabilitas di wilayah tersebut adalah penyebaran informasi palsu atau hoaks yang terus digencarkan oleh kelompok separatis bersenjata, seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hoaks bukan hanya meracuni opini publik, namun juga sering digunakan sebagai alat propaganda untuk melemahkan legitimasi negara dan memperkeruh suasana, terutama di tengah operasi penegakan hukum yang sah dan terukur.

Baru-baru ini, Operasi Militer di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, yang dilakukan oleh Satuan Tugas TNI memicu beragam narasi dari berbagai pihak. Pemerintah menyatakan bahwa dalam operasi tersebut, sebanyak 18 anggota milisi bersenjata yang terkait dengan OPM dinyatakan tewas, dan sejumlah barang bukti berupa senjata api, amunisi, serta perlengkapan komunikasi berhasil diamankan. OPM mengklaim bahwa jumlah korban jauh lebih sedikit dan menuduh TNI telah membesar-besarkan data untuk menggempur psikologis kelompok mereka.

Namun demikian, publik perlu lebih cermat dalam menanggapi klaim yang disampaikan oleh kelompok separatis. Tudingan sepihak tanpa bukti yang kuat merupakan strategi lama OPM untuk menggiring persepsi publik dan membalikkan fakta lapangan. Klaim-klaim tersebut sering dikemas dalam narasi emosional dan menyentuh sentimen etnis untuk memicu simpati, padahal faktanya justru kelompok tersebut sering menjadikan warga sipil sebagai perisai hidup, sebuah pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional. Pernyataan ini turut diperkuat oleh informasi dari aparat di lapangan yang menyebutkan bahwa para milisi OPM kerap memanipulasi keberadaan warga sipil demi menghambat operasi penegakan hukum yang dijalankan oleh TNI.

Dalam situasi seperti ini, pemerintah harus tetap berpegang pada prinsip penegakan hukum yang terukur, tegas, dan sesuai prosedur. Penindakan terhadap kelompok bersenjata bukanlah tindakan sewenang-wenang, melainkan tanggung jawab negara dalam menjaga kedaulatan dan melindungi masyarakat dari aksi-aksi kekerasan yang mengancam stabilitas nasional. Operasi yang dilakukan di Intan Jaya tidak serta-merta menyasar masyarakat sipil, sebagaimana yang coba dibangun dalam narasi OPM, tetapi merupakan respon atas konsentrasi kekuatan bersenjata yang nyata di wilayah tersebut, yang bahkan telah menebar ancaman kepada fasilitas publik dan pembangunan infrastruktur.

Milisi bersenjata yang terlibat dalam kontak tembak selama dua hari di beberapa kampung di Distrik Sugapa, disebut telah berkumpul untuk menghalangi kedatangan TNI yang hendak menjalankan program pelayanan kesehatan dan edukasi. Ini memperlihatkan dengan gamblang bahwa aksi OPM bukan hanya melawan negara secara bersenjata, tetapi juga menghambat pelayanan dasar bagi masyarakat, sebuah tindakan yang kontraproduktif terhadap kesejahteraan rakyat Papua sendiri. 

Perlu diketahui bahwa aparat TNI gabungan telah berhasil menewaskan 18 anggota OPM yang bukan merupakan masyarakat sipil atau non kombatan. Masyarakat jangan sampai terprovokasi dengan klaim OPM yang menyatakan yang tewas adalah masyarakat sipil.

Upaya untuk menyudutkan aparat keamanan dengan narasi-narasi pelanggaran kemanusiaan perlu dilihat dengan skeptis dan dibenturkan pada fakta lapangan. Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, menyampaikan bahwa tuduhan-tuduhan mengenai penangkapan dan penembakan warga sipil adalah bagian dari propaganda kelompok separatis. Sebaliknya, TNI justru hadir dengan membawa misi kemanusiaan yang kerap disabotase oleh kelompok yang tidak menginginkan kehadiran negara di wilayah tersebut. Kesaksian tokoh lokal, seperti Kepala Suku Kampung Sugapa, juga menunjukkan bahwa OPM-lah yang selama ini melibatkan masyarakat sipil sebagai tameng, tindakan yang dengan sendirinya melanggar prinsip-prinsip hukum konflik bersenjata.

Kondisi ini menjadi pengingat penting bagi seluruh elemen bangsa untuk tidak begitu saja percaya pada narasi yang disebarluaskan tanpa verifikasi. Hoaks yang dirancang OPM bukan hanya merusak kepercayaan publik terhadap negara, tetapi juga menyesatkan pemahaman publik tentang siapa sebenarnya pelaku kekerasan. Dalam konteks inilah peran media massa dan tokoh masyarakat sangat dibutuhkan untuk meredam disinformasi serta memperkuat solidaritas nasional dalam menghadapi ancaman separatisme.

Sementara aparat keamanan terus menjalankan tugas di medan sulit, masyarakat sipil harus bersatu untuk menjadi bagian dari solusi, bukan korban dari perang informasi. Pemerintah telah berupaya mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, namun upaya dalam membendung OPM yang jelas-jelas mengangkat senjata dan menolak dialog damai perlu mendapat dukungan publik. OPM telah berulang kali menunjukkan bahwa mereka tidak segan menggunakan kekerasan, membunuh aparat negara, mengintimidasi warga sipil, hingga membakar fasilitas umum. Masyarakat harus memahami kondisi ini dan mendukung negara untuk tidak ragu menunjukkan ketegasan yang sah demi menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan masyarakat Papua.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh TNI di Intan Jaya memperlihatkan bahwa negara tetap hadir di Papua, bukan sebagai penindas seperti yang kerap digambarkan dalam propaganda kelompok separatis, melainkan sebagai pelindung rakyat dan penjaga kedaulatan. Penindakan terhadap OPM harus terus dilaksanakan secara konsisten, profesional, dan proporsional. Ketegasan ini diperlukan, bukan hanya untuk mengamankan wilayah, tetapi juga untuk memberikan pesan yang jelas bahwa Indonesia tidak akan tunduk terhadap kelompok bersenjata yang mengancam persatuan dan kedamaian.

Mewaspadai hoaks yang disebar oleh OPM bukan hanya tugas aparat, tetapi juga menjadi tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. Kita tidak bisa membiarkan ruang informasi publik diracuni oleh propaganda yang membungkus kepentingan kekerasan dengan narasi kemanusiaan semu.

*) Pakar Komunikasi dari Jayapura Papua

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Waspada Hoaks OPM, TNI : Rumah Bupati Puncak yang Dibakar Bukan PosMiliter

Oleh: Loa Murib Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan pola lama merekadalam menutupi aksi brutal yang dilakukan terhadap masyarakat sipil. Dalam upayamembenarkan tindak kekerasan, OPM menyebarkan disinformasi bahwa rumah milik BupatiPuncak dan kantor Distrik Omukia yang mereka bakar di Papua Tengah merupakan pos militeryang digunakan oleh TNI. Tuduhan tersebut segera dibantah secara resmi oleh pihak militer danterbukti tidak memiliki dasar fakta. TNI melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri CandraKurniawan, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dibakar oleh OPM tidak difungsikansebagai markas militer. Tindakan pembakaran itu murni merupakan aksi kriminal yang disengajauntuk menciptakan ketakutan, mengganggu ketertiban umum, dan mencoreng wibawa negara di mata masyarakat Papua. Bantahan ini menjadi penegasan bahwa OPM kembali menggunakanstrategi disinformasi untuk mengaburkan realitas dan membangun opini publik yang menyesatkan. Disinformasi semacam ini memperjelas bahwa OPM tidak hanya mengandalkan kekerasanbersenjata, tetapi juga propaganda informasi sebagai instrumen perlawanan mereka. Merekamenciptakan narasi seolah-olah aparat keamanan adalah pihak yang menyebabkan keresahan, padahal masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari aksi teror yang dilakukan olehkelompok tersebut. Manipulasi informasi yang dilakukan OPM jelas bertujuan untuk merusakkepercayaan publik terhadap negara dan aparat keamanan. Kejadian yang menimpa Kabupaten Yahukimo menjadi contoh konkret betapa kejamnya aksiOPM. Dalam serangan yang dilakukan belum lama ini, seorang pegawai honorer PemerintahKabupaten Yahukimo tewas akibat kekerasan yang mereka lakukan. Insiden ini menunjukkanbahwa OPM telah melampaui batas kemanusiaan dan menjadikan nyawa warga sipil sebagai alattawar dalam narasi perjuangan mereka yang keliru. Merespons insiden tersebut, aparat gabungan dari Satgas Operasi Damai Cartenz bergerak cepatbegitu mendapat laporan dari jajaran Polres Yahukimo. Tim langsung turun ke lokasi kejadian, melakukan evakuasi korban ke RSUD Dekai, mengamankan tempat kejadian perkara, sertamengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap pelaku. Kecepatan ini menunjukkan bahwanegara tidak tinggal diam dalam menjamin perlindungan bagi rakyat, dan siap menghadapisegala bentuk teror yang mengancam stabilitas wilayah. Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani, menegaskan bahwaseluruh aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis akan ditindak secara tegas sesuaihukum. Penegakan hukum ini bukan hanya penting untuk memberikan keadilan bagi para korban, tetapi juga menjadi pernyataan tegas bahwa kekuatan bersenjata tidak akan dibiarkanmerusak keutuhan dan kedamaian di Papua. Kekejaman OPM, yang ditunjukkan melalui aksi pembakaran, pembunuhan, serta provokasiberulang, memperlihatkan bahwa kelompok ini bukanlah representasi perjuangan rakyat Papua. Sebaliknya, mereka adalah ancaman nyata yang menghalangi pembangunan dan menimbulkanketakutan di tengah masyarakat. Klaim mereka sebagai pembebas Papua tidak sejalan dengankenyataan bahwa mereka justru memperparah penderitaan rakyat melalui aksi-aksi brutal yang dilakukan. Kasatgas Humas Damai Cartenz, Kombes Pol Yusuf Sutejo, mengimbau masyarakat untuk tidakterprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menegaskan bahwa perlindunganterhadap masyarakat sipil menjadi prioritas utama. Dalam situasi seperti ini, partisipasi aktif dariwarga untuk melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungannya menjadi elemen pentingdalam menjaga keamanan. Negara juga terus menunjukkan komitmennya untuk hadir tidak hanya melalui pendekatankeamanan, tetapi juga melalui pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Berbagai program pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi telahdigulirkan sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat Papua. Kehadiran negara di Papua bukanlah dalam bentuk represi, tetapi dalam wujud pelayanan danpemberdayaan. Narasi OPM yang menyebut Papua berada dalam penjajahan adalah bentuk manipulasi sejarah. Papua merupakan bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan hal itu telahditegaskan melalui proses hukum dan politik yang diakui secara nasional maupun internasional. Setiap upaya untuk memisahkan diri dari Indonesia, apalagi melalui kekerasan bersenjata danpropaganda menyesatkan, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang harus ditindak tegas. Kesadaran masyarakat Papua akan pentingnya perdamaian kini semakin menguat. Kolaborasiantara tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sipil dalam menjaga ketertiban dan menolakaksi kekerasan menjadi sinyal kuat bahwa Papua ingin maju bersama dalam bingkai NKRI. Kekuatan kolektif masyarakat ini menjadi benteng terdepan dalam menangkal pengaruh burukdari kelompok separatis. Mengecam tindakan keji OPM dan membongkar propaganda mereka bukan semata-matatanggung jawab aparat keamanan. Ini adalah kewajiban moral seluruh rakyat Indonesia dalammenjaga keutuhan bangsa dan memperjuangkan masa depan Papua yang aman dan sejahtera. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat disinformasi dan kekerasan yang dibungkusdengan dalih perjuangan. Penegakan hukum, pendekatan informasi yang jernih, serta pembangunan yang inklusif harusterus diperkuat untuk mengikis pengaruh kelompok separatis. Dengan semangat kebersamaandan kehadiran negara yang nyata,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini