MATA INDONESIA, JAKARTA – Tak dipungkiri, pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya tercantum dalam Sumpah Pemuda yang turut menjadi tonggak utama pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Sumpah Pemuda yang merupakan ikrar tersebut dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Meski berlangsung secara resmi, dalam praktiknya kongres yang akhirnya menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda ini rupanya dibumbui dengan banyak hal menarik. Berikut lima fakta menarik Sumpah Pemuda.
- Awalnya tidak memiliki nama “Sumpah Pemuda”
Sumpah Pemuda kini dikenal sebagai tonggak sejarah pergerakan kemerdekaan. Namun pada saat kongres berlangsung, rumusan yang ditulis oleh Mohammad Yamin itu tidak disebut sebagai Sumpah Pemuda.
Meski telah dibacakan pada kongres, rumusan ikrar itu tidak memiliki judul tertentu. Istilah Sumpah Pemuda baru muncul setelah kongres berlangsung beberapa hari. Akan tetapi, peringatan Sumpah Pemuda tetap didasarkan pada tanggal pembacaan ikrar, yakni 28 Oktober.
- Bahasa Belanda Mendominasi
Pada saat kongres berlangsung, rupanya bahasa Belanda masih mendominasi pembicaraan. Sebagian pembicara dalam Kongres Pemuda II menggunakan bahasa Belanda, misalnya Siti Soendari yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres itu.
Tak hanya pembicara, notulen rapat dalam kongres pun ditulis menggunakan bahasa Belanda. Meski begitu ada juga yang mahir berbahasa Melayu yang kelak menjadi bahasa Indonesia, yakni Mohammad Yamin.
- Lagu Indonesia Raya Dibawakan Penciptanya Tanpa Syair
Kongres Pemuda juga dihadiri oleh Wage Roedolf Soepratman yang populer berkat lagu kebangsaan ciptaannya, Indonesia Raya. Pada saat itu ia telah menciptakan lagu tersebut dan membawakannya dalam kongres.
Sayangnya kongres itu dijaga ketat oleh kepolisian Belanda sehingga menimbulkan kekhawatiran jika kata Indonesia dan Merdeka dalam syair lagu menimbulkan konflik. Alhasil WR Supratman hanya membawakan lagu Indonesia Raya ciptaannya dengan irama biola saja. Kesempatan ini turut menandai kali pertama lagu Indonesia Raya dibawakan oleh penciptanya.
- Hanya 6 Perempuan yang Ikut Kongres
Peran perempuan dalam Kongres Pemuda II tidak begitu menonjol. Begitu pula dengan jumlah peserta pemudi yang hadir dalam kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda tersebut.
Berdasarkan buku resmi Panduan Museum Sumpah Pemuda, peserta kongres yang tercatat hanya ada 82 orang. Padahal sejatinya ada 700-an peserta yang hadir di gedung yang digunakan untuk melangsungkan kongres.
Peserta perempuan sendiri hanya ada enam orang, yaitu Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari. Dari keenam peserta perempuan tersebut, hanya tiga peserta yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres, yakni Mardanas Safwan, Emma Poeradiredjo dan Siti Soendari.
- Tidak boleh ada kata Merdeka
Kongres Pemuda II dijaga ketat oleh kepolisian Belanda. Saat kongres berlangsung, para peserta tidak diizinkan menyuarakan kata merdeka. Kata tersebut pada saat itu memang merupakan kata ‘terlarang’. Untungnya, meski peserta yang hadir merupakan dara muda, mereka masih bisa mengkondisikan diri.
Cerdiknya mereka juga mampu merumuskan Ikrar atau Sumpah Pemuda yang menjadi pergerakan kemerdekaan meski tanpa penggunaan kata merdeka. Larangan kata meredeka pada saat itu juga turut menjadi alasan lagu Indonesia Raya yang didendangkan oleh WR Supratman, hanya dibawakan dengan iringan biola tanpa menyertakan syair.
Reporter : Nabila Kuntum Khaira Umma