Pegawai Kantoran di Australia Bolos Massal Demi Nonton Game of Thrones S8

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Hari ini, Senin 15 April 2019 seluruh karyawan di Australia melakukan bolos massal. Bolosnya mereka hanya untuk menonton penayangan perdana film Game of Thrones seaso delapan.

Hal tersebut disampaikan oleh firma hukum Slater and Gordon, pengacara khusus para pegawai. Menurut Daniel Stokanoski, sang pengacara, akan ada banyak pegawai kantoran bolos atau tidak masuk kerja ini tepat di hari episode perdana Game of Thrones season delapan tayang.

“Mereka akan melakukannya secara legal dengan mengambil cuti atau bolos, mengaku sakit padahal tidak. Aku bisa bilang akan ada peningkatan pegawai tidak masuk kantor untuk menonton Game of Thrones. Karena ini senin juga,” ujarnya.

Daniel menambahkan kemungkinan para pegawai kantoran di Australia bolos semakin besar karena sejak akhir pekan kemarin ada banyak acara televisi menarik.

“Ada pertandingan Eagles dan the Dockers pada malam minggu, Perth Glory bermain di Minggu malam. Jadi akan jadi long weekend yang epic. Menonton sepakbola dilanjutkan menonton Game of Thrones,” katanya.

Untuk para pekerja kantoran yang akan tidak masuk kerja demi nonton Game of Thrones musim kedelapan di Australia dan Indonesia, Daniel punya saran. Menurutnya daripada berpura-pura sakit atau bolos, ambilah cuti atau meminta izin atasan datang terlambat.

Premier Game of Thrones yang diproduksi HBO sudah digelar di New York pada 3 April 2019. Premier pun dihadiri para bintang serial fenomenal ini mulai dari Emilia Clarke yang memerankan Daenerys Targaryen hingga ‘It couple’ dari ‘Game of Thrones’ yang juga pasangan suami-istri di kehidupan nyata Kit Harington dan Rosie Leslie.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini