MATA INDONESIA, JAKARTA – Gubernur Anies Baswedan pernah mencurigai ada lonjakan kematian di DKI Jakarta pada Maret dan April 2020 akibat covid19, namun seorang netizen Haryo Aswicahyono membongkar cara membaca statistik kematian di DKI Jakarta.
Ternyata yang dibaca Anies adalah angka pemakaman. Waktu itu angka pemakaman 4.422 kali di Bulan Maret dan 4.550 di April yang dicurigai sebagai orang-orang terinfeksi Covid19.
Sebab, angka sebelumnya relatif lebih rendah dari angka di dua bulan tersebut. Rata-rata sejak Januari 2019 sampai dengan Februari 2020 angkanya sekitar 2.600 sampai 3.300 pemakaman.
Haryo Aswicahyono awalnya mengungkapkan pertanyaannya melalui akun twitter @Aswicahyono soal angka kematian pada Maret yang ternyata turun drastis dari angka pada 2019.
Sepanjang tahun lalu angka kematian di DKI antara 4.900 -an sampai dengan 5.600 an, tidak berbeda jauh dari angka Januari dan Februari.
Sebab angka kematian pada Maret tercatat 3.733 kematian. Setelah dia mendapat data tambahan ternyata angka kematian pada Januari dan Februari diketahui jauh lebih banyak dari Maret dengan 6262 kematian pada Januari dan menurun sedikit menjadi 5792 pada Februari 2020. Sedangkan data April 2.150 kematian.
Setelah dipelajari, ditambah masukan dari netizen yang menanggapi statusnya, Haryo menyimpulkan bahwa data angka kematian pada statistik tidak identik dengan jumlah kematian pada bulan yang sama.
Hal itu terjadi karena akta kematian biasanya baru keluar dari pemerintah sekitar 44 hari setelah kematian. Jadi angka pemakaman belum tentu mencerminkan angka kematian.
Begitu juga angka kematian berdasarkan akta juga tidak mencerminkan angka kematian sesungguhnya, karena bisa saja kematian bulan sebelum baru tercatat pada bulan ini.
Ini update statistik kematian DKI dari 3 jenis data:
Angka pelaporan kematian bulanan, angka penerbitan akte kematian bulanan, dan angka pemakaman https://t.co/1RpTMmEpht pic.twitter.com/lofG22VAeK
— Haryo Aswicahyono (@Aswicahyono) May 15, 2020
catatan penting:
Data jumlah pelaporan kematian adalah mencakup pelaporan peristiwa kematian dari penduduk (termasuk kematian sebelum tahun/ bulan waktu pelaporan), sehingga jumlah laporan kematian tidak identik dengan jumlah kematian di bulan tersebut https://t.co/aMdidF4cfo— Haryo Aswicahyono (@Aswicahyono) May 15, 2020
Ini gabener bodo atau punya masud/tujuan lain. Tapi apapun sebabnya , ni org nggak layak jadi ri 1, bisa runyam negeri ku tercinta
Masya Alloh, motifnya apa ya
Ya harap maklum, maksudnya biar keren bicaranya pakai data, tapi apa lajur malah yg terlihat kebloonannya.
Bloonnya Kematian secara alami (takdir) dibacanya sbg kematian Krn terjakit virus.
Ngumpulin pundi2 dana utk memenuhi ambisi 2024. Duit gede corona ini dan gak bisa diaudit.