Mahfud MD Sebut Marak Politik Uang di Daerah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Maraknya politik uang yang selalu menghiasi tatanan perpolitikan Indonesia mendapat sorotan dari Menko Polhukam Mahfud MD. Hal itu ia utarakan saat menjadi pembicara di Asosiasi DPRD Seluruh Indonesia, di Hotel Paragon, Jakarta.

Menurut dia, di era Orde Baru peran DPRD hanya dianggap alat pembenar pemerintahan pusat kala itu. Sehingga diubah pada awal era reformasi, yang bisa minta pertanggungjawaban dan memberhentikan kepala daerah di tengah jalan, sebagaimana UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

“Tapi demokrasi kemudian dianggap kebablasan. Karena kemudian dalam praktiknya, Ketua atau Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, maka pada awal-awal reformasi itu setiap ada Kepala Daerah mulai muncul money politics,” katanya.

Dia pun menyinggung politik di Yogyakarta dan di Jawa Timur kala itu. Menurut dia, akibat ulah DPRD dengan sistem lama tersebut, yang terkini kena imbasnya. Bahkan melahirkan UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

“DPRD sekarang enggak boleh milih. Satu dia bagian dari pemerintah daerah, yang kedua pemilihan kepala daerah itu langsung, biar enggak ada money politics,” katanya.

Meski demikian, dia menegaskan, politik uang tidak berhenti. Kalau dulu money politics dalam pemilihan kepala daerah itu ada di DPRD, sekarang berpindah ke pimpinan partai. “Enggak bayar ke DPRD, ke partai. Mahar namanya,” katanya.

Menurut dia, ini adalah ujian politik yang dihadapi sekarang. Untuk itu kata dia, mari mencari keseimbangan baru.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini