Garangnya Tan Malaka, Tak Berkutik saat Dua Kali Ditolak Syarifah Nawawi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Syarifah Nawawi menjadi pujaan hati yang tak bisa dimiliki Ibrahim Sutan Malaka atau yang lebih dikenal Tan Malaka. Cintanya bertepuk sebelah tangan, Nawawi lebih memilih nikah bersama Bupati Cianjur kala itu ketimbang menunggu Tan Malaka menyelesaikan studinya di Belanda.

Nawawi dua kali menolak cintanya Tan Malaka yang memiliki segala kecerdasan dan ketokohan. Surat yang selalu dikirim Tan dari Belanda untuknya tak pernah dibalas, sampai akhirnya datang berita mengenai pernikahannya dengan seorang keturunan bangsawan.

Perasaan Tan hancur berkeping-keping. Bukan hanya karena ditinggal nikah, melainkan juga mengetahui Nawawi merelakan dirinya menjadi istri ke tiga dari Wiranatakoesoemo.

Nawawi adalah wanita pertama yang mencicipi sistem pendidikan Eropa di lingkungannya. Selulus dari Kweeksschool Bukittinggi, ia dikirim keluarganya untuk melanjutkan studi ke Salemba School di Batavia. Dari tempat inilah ia mengenal Bupati Cianjur, R.A.A.M Wiranatakoesoemo.

Perkenalanan itu menimbulkan rasa cinta di antara keduanya. Saat bertamasya di Cianjur, Nawawi bertemu R.A.A.M sampai akhirnya dinikahi pada bulan Mei 1916. Keluarga mereka tumbuh di dalam lingkungan aturan kaum bangsawan Sunda.

Rumah tangga keduanya ternyata tak berlangsung lama, Nawawi diceraikan melalui telegram saat dirinya bersama anak-anak sedang liburan di Bukittinggi. Kesedihan mendalam menimpa Nawawi karena pesan yang diterimanya secara tiba-tiba, belum lagi ia memiliki tiga orang anak dari pernikahannya.

Keputusan Wiranatakoesoemo memunculkan kecaman dari berbagai pihak, mulai dari media di koran-koran Belanda sampai pribumi, bahkan kecaman yang keras dari H. Agus Salim.

Tan Malaka yang mendengar kabar ini semakin tercabik-cabik oleh alasan perceraian yang menyalahkan Nawawi karena tidak bisa mengikuti tata krama aturan kebangsaan Sunda. Tan menilai pujaan hatinya direbut dan kemudian dibuang begitu saja.

Nawawi tetap menjadi pujaan hati Tan meskipun telah ditinggalkan bertahun-tahun, bahkan ditinggal nikah. Ini dibuktikan saat ia kembali menerima pinangan Tan Malaka  10 tahun pasca perceraiannya bersama Wiranatakoesoemo. Namun, pinangan Tan kembali ia tolak secara mentah-mentah. Sampai akhirnya membuat Tan Malaka tidak pernah menikah hingga akhir hayatnya.

Syarifah Nawawi menjadi salah satu pendiri Yayasan Panti Wanita Trisula PERWARI pada 11 Juli 1955. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan perjuangan dan pendidikan Indonesia. Dalam dunia pendidikan, ia mencicipi berbagai jenjang hingga instansi, mulai Europeesche Langere School (ELS), sekolah Belanda di Bukittinggi, Kweekschool, hingga memimpin sekolah De Meises Vervolg School sebagai kepala sekolah. (Maropindra Bagas/R)

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Transformasi Ekonomi Indonesia: Swasembada Pangan dan Energi Jadi Prioritas Strategis

Di tengah kompleksitas situasi geopolitik dunia yang terus berkembang, Indonesia memposisikan program kemandirian pangan dan energi sebagai prioritas strategisnasional. Pemerintah menunjukkan keseriusan dalam memperkuat sektor pertanian dan energi terbarukan, sebagai bagian dari transformasi ekonomi menuju kemandirian dan penciptaan lapangan kerja berkelanjutan. Transformasi ekonomi Indonesia melalui program swasembada pangan dan energimerupakan wujud nyata dari cita-cita kemandirian bangsa yang telah lama didambakansejak era kemerdekaan. Program strategis ini tidak hanya bertujuan mengurangiketergantungan impor, tetapi juga menghidupkan kembali semangat berdikari yang menjadi fondasi kedaulatan nasional Indonesia.  Dalam konteks kemandirian bangsa, swasembada pangan dan energi menjadi pilar utama yang menentukan kemampuan Indonesia untuk berdiri tegak di tengah dinamikaglobal yang penuh ketidakpastian.  Swasembada bukan tujuan jangka pendek, tetapi fondasi kemandirian nasional. Pemerintah terus membangun visi jangka panjang yang mencakup ketahanan logistik, kedaulatan ekonomi, dan stabilitas nasional. Perspektif ini menegaskan bahwa program swasembada harus dipahami sebagai investasi strategis untuk generasi mendatang. Peter Abdullah, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, memberikan perspektif mendalam mengenai pentingnya transformasi struktural ini bagimasa depan bangsa Indonesia. Menurut Peter Abdullah, upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian bangsamelalui swasembada pangan dan energi merupakan langkah strategis dalammemperkuat ketahanan nasional, baik dalam situasi damai maupun krisis global. Pandangan ini menegaskan bahwa program swasembada bukan sekadar target produksi, melainkan investasi jangka panjang untuk stabilitas negara.  Ketahanan pangan dan energi bukan semata isu ekonomi, melainkan bagian daripertahanan negara. Dalam konteks ini, pemerintah mendorong penguatan sektordomestik agar Indonesia tidak bergantung pada impor dalam kondisi darurat. Strategi ini menjadi semakin relevan mengingat berbagai gejolak geopolitik yang kerapmempengaruhi rantai pasokan global. Peter Abdullah melihat upaya ini sebagaimomentum penting untuk mengubah paradigma pembangunan yang selama ini terlalubergantung pada sektor ekstraktif dan impor. Fokus pada transformasi ekonomi ini tidak hanya bertujuan mencapai swasembada, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih resilient dan inklusif. Denganmemperkuat fondasi domestik, Indonesia diharapkan dapat mengurangi kerentananterhadap fluktuasi harga komoditas global dan shock ekonomi eksternal. Peningkatan produktivitas menjadi fokus utama dalam roadmap swasembada nasional. Pemerintah mulai membenahi sistem insentif agar petani memperoleh keuntungan yang layak, sekaligus menarik generasi muda kembali ke sektor pertanian. Langkah inidipandang krusial mengingat tantangan regenerasi yang dihadapi sektor pertanianIndonesia. Pemerintah mengedepankan keseimbangan antara harga yang terjangkau bagikonsumen dan pendapatan yang memadai bagi petani. Strategi ini diharapkan dapatmeningkatkan daya beli masyarakat perdesaan dan mendorong pertumbuhan ekonominasional yang lebih merata. Dukungan terhadap komoditas unggulan seperti beras terus diperkuat dalam program swasembada nasional. Pemerintah melihat potensi besar untuk mencapai swasembada, mengingat kapasitas panen Indonesia yang lebih tinggi dibanding negara-negara maju. Optimisme ini didukung oleh kondisi geografis dan iklim Indonesia yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini