MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS ditutup melemah terbatas di akhir perdagangan Kamis 19 Desember 2019. Mengutip data RTI Bussines, rupiah berada di posisi Rp 13.985 per dolar AS atau melemah 0,07 persen.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pelemahan rupiah dibayangi oleh sejumlah sentimen dari luar negeri di antaranya sebagai berikut.
Pertama, soal perjanjian dagang AS-Cina yang belum jelas. Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengatakan, AS dapat menaikkan tarif atas barang-barang Eropa karena mencoba untuk mengecilkan defisit perdagangan kronis dengan benua itu.
“Hal ini bisa menyulut kembali kekhawatiran tentang prospek euro yang didorong ekspor terutama ke AS,†katanya sore ini.
Kedua, soal pemungutan suara di DPR AS yang kemungkinan besar dapat memakzulkan Trump pada bulan Januari 2020 mendatang. DPR AS memilih untuk memakzulkan Presiden Republik AS Donald Trump karena penyalahgunaan kekuasaan dan halangan Kongres.
“Trump adalah presiden ketiga yang dimakzulkan dalam sejarah AS. Tetapi ada kemungkinan bisa selamat dari persidangan di Senat yang dipimpin Partai Republik, yang diperkirakan akan memilih pada bulan Januari,†ujarnya.
Ketiga, soal Bank Sentral AS (Federal Reserve) Philadelphia akan merilis indeks manufaktur untuk Desember ini. Ekonom mengharapkan Indeks tersebut berada pada angka 8 untuk bulan ini dari 10,4 pada November lalu.
Keempat, Bank of Japan (BOJ) mempertahankan kebijakannya untuk menahan suku bunga pada Kamis pagi tadi. Alasan BOJ melakukannya karena mereka memperkirakan suku bunga tetap rendah atau lebih rendah.
Kelima, soal komite kebijakan moneter Bank of England (BOE) yang akan bertemu untuk membahas soal suku bunga. Diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga tidak berubah.
“Meskipun data ekonomi melemah dan kebangkitan Perdana Menteri Boris Johnson mengenai Brexit tanpa kesepakatan. Kedua hal ini meningkatkan tekanan untuk dukungan moneter,†kata Ibrahim.
Sementara dari dalam negeri, pelemahan tipis rupiah disebabkan karena pemerintah mempunyai strategi tersendiri untuk menangkis gejolak tersebut. Di sisi lain Pemerintah terus melakukan reformasi birokrasi dan pengampunan pajak jilid II. Bank Indonesia juga terus melakukan terus melakukan intervensi di pasar valas dan obligasi di perdagangan DNDF serta bila perlu Bank Indonesia menurunkan suku bunga dan lainnya.