MINEWS.ID, JAKARTA – Pernah nonton film ‘Hujan Bulan Juni’ yang dimainkan aktor tampan Adipati Dolken dan aktris cantik Velove Vexia?
Ketahuilah, ide awal film percintaan itu adalah sebuah puisi karya sastrawan terkemuka negeri ini Sapardi Djoko Damono.
Puisi itu kemudian diubahnya menjadi sebuah novel dengan judul yang sama hingga dijadikan insiprasi pembuatan film juga dengan judul tetap.
Tidak seperti pemilik ide atau gagasan lain, Sapardi yang lahir di Solo 20 Maret 1940 itu justru tidak ingin ‘campur tangan’ pada proses pembuatan filmnya itu.
Dia menyerahkan tafsir novel tersebut kepada sutradara Reni Nurcahyo Hestu Saputra seluas-luasnya.
Hal itu sesuai dengan prinsipnya saat dia mengambil sesuatu yang pernah ditulis orang lain, maka Sapardi memiliki kebebasan untuk menafsirkannya sendiri.
Memang film ‘Hujan Bulan Juni’ yang diputar akhir 2017 tidak menghasilkan prestasi apa pun bagi film itu sendiri maupun Sapardi.
Tetapi, novelnya justru mendapat pengakuan internasional dari Kuala Lumpur International Book Fair, 28 April 2018.
Pemerintah Malaysia menyatakan “Hujan Bulan Juni” sebagai buku puisi terbaik ASEAN. Sedangkan bukunya yang lain berjudul “Yang Fana Adalah Waktu” dinilai sebagai Penulisan Prolifik terbaik.
Sebagai sastrawan yang aktif sejak tahun 1960 -an, Sapardi sendiri heran dengan larisnya “Hujan Bulan Juni” yang dia tulis tahun 1989.
“Kemudian enggak tahu kenapa laris banget ya? Sehingga diminta untuk dijadikan film. Ya saya oke, saya enggak masalah,” ujar Sapardi dalam suatu wawancara media.
‘Hujan Bulan Juni’ memang karya Sapardi yang paling digemari masyarakat.
Bukan hanya disadur menjadi film, tetapi ada pula yang menjadikannya sebuah lagu seperti dilakukan Ari dan almarhum Reda.
Padahal karyanya dikenal kalangan pencinta sastra sejak 1966 seperti kumpulan sajak “Dukamu abadi” yang ditulis 1969.
Selain itu ada, Mata Pisau ditulis 1974, Akuarium tahun 1974, Sosiologi, sastra tahun 1978 dan Novel Indonesia Sebelum Perang tahun 1979.
Lelaki yang dikenal dengan sebutan SDD seperti tidak ingin masa tuanya saat ini menjadi manusia tak berdaya.
Itu sebabnya dia selalu memaksa ‘menulis’ meski inspirasi itu datang pada pukul 3.00 dini hari. Setidaknya membuatnya memerangi kepikunan pada usianya yang ke -79.