Puluhan Terdakwa Korupsi Bebas, Presiden Didesak Copot Jampidsus dan Kajati DKI

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Kinerja penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung kembali disorot publik. Kali ini terkait vonis bebas puluhan terdakwa dugaan kasus korupsi yang ditangani jajaran penyidik di Gedung Bundar tersebut.

Mulai dari vonis tujuh terdakwa kasus pembobolan Bank Mandiri oleh PT Tirta Amarta Bottling (TAB), kemudian kasus vonis bebas Direktur Utama PT Tansri Madjid Energi (TME) Kokos Jiang alias Kokos Lio Lim terkait kasus pengadaan batu bara PLN di Muara Enim.

Ada juga vonis bebas terhadap Syahmat, terdakwa korupsi kegiatan pengadaan sandang dan pangan untuk kesejahteraan sosial di Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2014. Kemudian ada 4 perkara PT PANN dan 6 perkara Dapen PT Pupuk Kalimantan Timur.

‘Bencana’ kekalahan Kejaksaan Agung di peradilan pun sebenarnya sudah terjadi sejak rentang waktu putusan 2001 sampai Maret 2017. Sepanjang periode tersebut, sebanyak 614 terdakwa korupsi diputus bebas oleh pengadilan Negeri hingga Pengadilan Tinggi.

Menanggapi hal tersebut, pengamat kejaksaan, Fajar Trio Winarko menyatakan bahwa terungkap lemahnya kinerja kejaksaan dalam menangani berbagai kasus-kasus korupsi. Baik pada tingkat lokal maupun nasional.

Pun ia menyoroti kinerja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman dan mantan Direktur Penyidikan Pidsus Warih Sardono, yang sekarang sebagai Kajati DKI Jakarta. Kata dia, mereka sebagai jaksa harusnya bisa menjadi sentral dan penting dalam penanganan tindak pidana korupsi.

“Sebab jaksa lah yang menentukan seorang tersangka itu sampai ke pengadilan atau tidak. Terkait banyaknya vonis bebas di pengadilan dan SP3, artinya bukti-bukti yang diajukan tidak memenuhi dua unsur perbuatan tindak pidana korupsi seseorang,” kata Fajar di Jakarta, Rabu 11 September 2019.

Artinya, kata Fajar, ada kelemahan dan profesionalitas pada kinerja di Jampidsus dan jajarannya, maupun kejaksaan sendiri. Baik dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Bahkan dirinya pesimistis dengan banyaknya unit kerja pencegahan maupun pemberantasan korupsi seperti TP4 maupun ‘kloningan’ satgassus Tipikor, justru membuat amburadul mimpi Presiden Joko Widodo untuk menjadi presiden panutan rakyat Indonesia dalam memberantas korupsi.

Memang di pengadilan ada permasalahan juga, tapi itu tidak bisa dilepaskan dengan hukum acara dan penyidiknya. Pernyataan Fajar ini pun bukanlah tanpa alasan, karena hingga akhir masa jabatan periode pertama Presiden Joko Widodo, sejumlah jaksa terjaring OTT KPK.

Bahkan ada yang berasal dari unit kerja TP4 dan anak buah Kajati DKI Warih Sardono itu sendiri. Seperti OTT suap oknum jaksa di lingkungan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Kejati DKI Jakarta.

“Saya rasa Presiden Joko Widodo harus tahu kabar buruk ini. Hemat saya, beliau harus mengevaluasi kinerja Jampidsus dan Warih Sardono. Sebab kekalahan kejaksaan saat sidang kasus tipikor adalah lemahnya dakwaan primer mereka, terutama pada UU Tipikor pasal 2,” ujarnya.

“Kalau perlu copot saja dua pejabat tersebut dan jangan diberi jabatan struktural.”

Menurut dia, jika para jaksa masih berkinerja seperti saat ini, maka tidak ada jaminan mereka bisa memberantas korupsi di Indonesia. “Sebab Indonesia butuh jaksa yang berkualitas, profesional dan berintegritas mengabdi kepada negeri ini sepenuh hati,” ujarnya.

Berita Terbaru

Pendekatan Holistik Penting Sebagai Strategi Pencegahan Narkoba Sejak Dini

Oleh : Andika Pratama )* Penyalahgunaan narkoba terus menjadi ancaman besar yang merusak masa depan generasi muda dan stabilitas sosial bangsa. Dalam upaya...
- Advertisement -

Baca berita yang ini