LPPDM Adukan Bupati Manggarai Barat ke Polda NTT soal Privatisasi Pantai

Baca Juga

Minews.id, Kota Kupang – Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) secara resmi mengadukan Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi, SE. ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) pada Rabu, 2 Juli 2025. Pengaduan dengan nomor 011/LPPDM/VI/2025 ini terkait dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang dalam penanganan pelanggaran sempadan pantai di Labuan Bajo yang melibatkan sejumlah hotel.

Dalam pengaduannya, Sekretaris Jenderal LPPDM, Gregorius Antonius Bocok, SH menyoroti praktik privatisasi pantai oleh 11 hotel di Pantai Pede dan Pantai Wae Cicu yang dinilai terus berlanjut meskipun Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah menjatuhkan sanksi administratif berupa denda total Rp 34 miliar melalui SK Bupati Nomor: 277/KEP/HK/2021 tertanggal 3 Desember 2021.

“Bahwa setelah dijatuhi sanksi administratif hingga saat ini praktik privatisasi pantai oleh hotel-hotel tersebut masih terus berlangsung,” ungkap Gregorius dalam surat pengaduannya.

Ia menambahkan, dari 11 hotel yang didenda, hanya dua hotel yang telah membayar denda (Atlantis Beach Club dan Plataran Komodo), sementara tujuh lainnya belum membayar dan dua hotel (Ayana Komodo Resort dan Sylvia Resort Komodo) bahkan memenangkan gugatan di PTUN Kupang.

LPPDM menilai bahwa permasalahan serius terletak pada pembiaran yang dilakukan oleh Bupati Manggarai Barat, meskipun telah ada SK sanksi administratif, tapi belum ad tindakan pidana yang seharusnya dilakukan.

Gregorius menambahkan bahwa praktik privatisasi pantai yang dibiarkan berlanjut ini turut bertentangan langsung dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2021-2041, yang ditetapkan pada 31 Desember 2021. Perda RTRW tersebut dengan tegas mengatur bahwa untuk kawasan permukiman perdesaan yang bertampalan dengan kawasan sempadan pantai, berlaku ketentuan penyediaan akses publik menuju pantai.

“Ketentuan poin 6 tersebut sangat jelas mengharuskan adanya ‘penyediaan akses publik menuju pantai’ yang bertentangan langsung dengan praktik privatisasi pantai yang dilakukan oleh 11 hotel di Pantai Pede dan Pantai Wae Cicu,” tegasnya.

LPPDM juga menyoroti adanya kontradiksi waktu, di mana SK Bupati mengenai sanksi dikeluarkan pada 3 Desember 2021, sementara Perda RTRW yang mengatur ketentuan sempadan pantai baru ditetapkan pada 31 Desember 2021. Hal ini, menurut LPPDM, menunjukkan ketidaksinkronan dalam penegakan hukum tata ruang.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, LPPDM menduga Bupati Edistasius Endi telah melakukan tindak pidana sebagai berikut:

1. Penyalahgunaan Wewenang (Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), dengan sengaja menguntungkan orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

2. Pelanggaran terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir (Pasal 73 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), yaitu pemanfaatan wilayah pesisir tanpa izin.

3. Pelanggaran Tata Ruang (Pasal 69 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang), yaitu tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

4. Pelanggaran Lingkungan Hidup (Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), yaitu perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

LPPDM juga merinci kerugian yang ditimbulkan akibat pembiaran ini, meliputi:

• Kerugian Negara: Hilangnya akses publik terhadap aset negara berupa pantai.

• Kerugian Masyarakat: Kehilangan hak untuk mengakses pantai sebagai ruang publik.

• Kerusakan Lingkungan: Pembangunan fasilitas hotel yang melanggar sempadan pantai berpotensi merusak ekosistem pesisir dan laut.

• Kerugian Ekonomi: Praktik monopoli akses pantai oleh hotel tertentu merugikan pelaku usaha kecil dan menengah.

Dalam laporannya, Gregorius Antonius Bocok, SH, memohon kepada Kapolda NTT untuk:

1. Membuka investigasi seluas-luasnya dan melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk suap atas pembiaran privatisasi sempadan pantai Labuan Bajo.

2. Memproses secara hukum Terlapor (Bupati Manggarai Barat) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Mengambil tindakan hukum terhadap hotel-hotel yang melakukan privatisasi pantai secara melawan hukum dan menghentikan setiap aktivitas hotel di atas sempadan pantai selama investigasi berjalan.

4. Memastikan pemulihan akses publik terhadap pantai yang telah diprivatisasi.

5. Memberikan perlindungan hukum kepada pelapor dan masyarakat yang memperjuangkan kepentingan umum.

“Saya berharap Kapolda NTT dapat menindaklanjuti pengaduan ini demi tegaknya keadilan dan perlindungan kepentingan masyarakat,” tutup Gregorius dalam pengaduannya.

Kontributor Minews.id Kota Kupang: Nino

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini