MATA INDONESIA, JAKARTA – Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon II Universitas Padjajaran (Menwa Yon II Unpad) Bandung telah menjadi bagian menjaga keamanan nasional di era Orde Lama dan Orde Baru. Jika dahulu menwa berfungsi sebagai unsur ‘cadangan nasional’ untuk berhadapan langsung dengan musuh negara, bagaimana sekarang?
”Di era saya ada kasus Timor-timur dan Menwa ada di sana. Kalau sekarang seperti apa? Apakah iya, sampai sekarang masih berbicara keamanan nasional secara kelembagaan? No. Tapi kalau kita bicara bela negara, yes. We are the part of system dari bela negara,” ujar mantan anggota Menwa Yon II Sundawan Salya di Jakarta, Sabtu 7 September 2019.
Sundawan mengatakan bela negara tak harus diartikan berseragam ala militer atau soal peraturan baris berbaris semata. Bela negara perlu berinovasi sesuai perkembangan zaman.
Dia menegaskan bela negara dilakukan sesuai dengan peran masing-masing. Misalnya sebagai mahasiswa perlu belajar dengan baik dan menghasilkan produk yang hebat.
Sundawan juga mengungkapkan bahwa lambang pena dan senjata pada baret Menwa juga sudah berubah maknanya sekarang.
Pena bisa diartikan sebagai identitas mahasiswa. Sedangkan senjata jangan diartikan lagi sebagai alat untuk menembakkan peluru, tetapi harus diartikan sebagai gagasan.
Bagaimana ide-ide kita dipakai sebagai senjata untuk kemajuan bangsa. Itulah bela negara, menurut Sundawan.
Hal senada diungkapkan J.P. Soebandono yang juga dosen Psikologi di Untar dan Mercubuana. Sebagai alumni Menwa Yon II, dia menegaskan konsep bela negara di kalangan mahasiswa harus dimaknai sebagai momentum untuk melahirkan kaum intelektual bangsa.
Ayah dari artis Alyssa Soebandono itu mengatakan saat ini tidak ada lagi darurat perang, yang ada banyak hal yang harus diselesaikan untuk kemajuan bangsa.
”Sekarang adalah perang ide (mind-warfare). Bela negara bukan soal kewajiban, tapi soal kehormatan. Menwa harus menjadi induk pengembangan kepribadian, pengembangan kepemimpinan, menumbuhkan jiwa patriotisme bagi NKRI,” ujar dia.