Dekan Adab UINSA dicopot, SEMA PTKIN angkat bicara

Baca Juga

Mata Indonesia, Surabaya – Senat Mahasiswa (SEMA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia turut merespon terkait dengan pencopotan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya yang dinilai sepihak dan tanpa proses yang jelas. Pencopotan yang dilakukan oleh Rektor UIN Surabaya, Prof Akhmad Muzakki, memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan civitas akademika UIN Surabaya.

Korpus SEMA PTKIN menilai bahwa tindakan Rektor UIN Surabaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola perguruan tinggi yang transparan dan akuntabel.

“Kami mengutuk keras pencopotan Dekan Fakultas Adab yang dilakukan tanpa melibatkan proses yang sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku. Ini adalah tindakan sepihak yang merugikan Fakultas Adab, mahasiswa, dan civitas akademika secara keseluruhan,” ujar Korpus SEMA PTKIN, Ach Musthafa Roja’.

Pencopotan Dekan Fakultas Adab UIN Surabaya, Prof. Dr. Muhammad Kurjum, M. Ag, dikabarkan terjadi tanpa melalui evaluasi kinerja yang jelas dan tanpa memberikan kesempatan kepada pihak yang bersangkutan untuk membela diri. Keputusan ini, menurut SEMA PTKIN, tidak hanya menciptakan ketidakpastian di lingkungan akademik tetapi juga merusak iklim kepercayaan antara pihak manajemen universitas dan seluruh civitas akademika.

Lebih lanjut, SEMA PTKIN mendesak Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) untuk segera turun tangan dan memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini.

“Kami meminta Kemenag RI untuk segera menindak Rektor UIN Surabaya yang tidak bertanggung jawab dan melanggar prinsip-prinsip dasar pengelolaan universitas yang demokratis dan berbasis pada keadilan,” tegas Ach Musthafa Roja’.

Sebelumnya, Prof. Dr. Muhammad Kurjum, M. Ag, melalui kuasa hukumnya melakukan gugatan ke PTUN Surabaya namun gugatannya ditolak, SEMA PTKIN berharap agar Kemenag RI untuk segera bersikap dan memberikan sanksi terhadap Rektor UIN Surabaya agar kedepannya proses pergantian pejabat struktural dilakukan dengan lebih transparan dan berdasarkan pertimbangan yang objektif.

Hingga saat ini, pihak Rektor UIN Surabaya belum memberikan klarifikasi terkait dengan pencopotan Dekan Fakultas Adab. Kurjum merasa tidak mendapat penjelasan terkait penggantian tersebut. SK yang diterimanya mencantumkan Kementerian Agama RI, namun yang tanda tangan Rektor UINSA. Prof. Dr. Muhammad Kurjum, M. Ag berupaya untuk menemui rektor namun tetap tidak menemukan alasan yang jelas kenapa dirinya direshuffle.

SEMA PTKIN menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal masalah ini dan mendesak agar Kemenag RI segera melakukan investigasi terkait prosedur pencopotan yang dinilai tidak sah tersebut.

“Kami tidak akan diam. Kami akan terus memperjuangkan keadilan bagi seluruh civitas akademika UIN Surabaya,” tambah Ach Musthafa Roja’.

Sejumlah pihak berharap agar masalah ini dapat diselesaikan dengan cara yang lebih bijaksana dan berlandaskan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, serta keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini