MATA INDONESIA,CAMBRIDGE – Universitas Cambridge mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan banyak manfaat dari hasil perbudakan Inggris di masa lalu. Ia berjanji untuk memperluas beasiswa bagi siswa kulit hitam dan mendanai lebih banyak penelitian tentang perdagangan yang mematikan.
Pengakuan dari beberapa lembaga terkemuka seperti Bank of England dan Gereja Inggris yang mengemukakan berbagai peran sentral perbudakan dalam memperkaya Inggris. Mereka juga mengemukakan bagaimana selama ini mereka mendapat manfaat dari ketidakadilan tersebut.
Cambridge mengatakan penyelidikan yang dilakukan tidak menemukan bukti bahwa universitas pernah memiliki budak secara langsung. Namun beberapa temuan menunjukkan mereka telah menerima manfaat yang signifikan dari perbudakan.
Itu berasal dari dermawan universitas yang menghasilkan uang dari perdagangan budak. Laporan investigasi menyebutkan bahwa universitas melakukan investasi di perusahaan yang terlibat dalam perbudakan dan biaya dari keluarga pemilik perkebunan.
Para peneliti menemukan bahwa rekan-rekan dari Universitas Cambridge terlibat dengan East India Company. Sementara investor di Royal African Company juga memiliki hubungan dengan Cambridge. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sama sama aktif dalam perdagangan budak.
Melansir dari Reuters, laporan Legacy of Enslavement mengatakan bahwa “Keterlibatan finansial seperti itu membantu memfasilitasi perdagangan budak dan membawa keuntungan finansial yang sangat signifikan bagi Cambridge.
Dalam laporan tersebut juga terdepat pernyataan bahwa abolisionis terkemuka seperti William Wilberforce dididik di Cambridge dan mengembangkan kampanye mereka disana. Sementara selama ini diketahui bahwa anggota terkemuka universitas juga membela dasar-dasar intelektual perdagangan budak.
Menanggapi laporan tersebut, universitas mengatakan museum akan mengadakan pameran tentang perbudakan dan kekuasaan pada tahun 2023. Sementara Museum Arkeologi dan Antropologi Cambridge telah merekomendasikan agar Benin Bronzes diambil dalam kampanye militer kekerasan pada abad ke-19 dari wilayah yang kemudian menjadi bagian dari Nigeria modern.