Wajar, Masyarakat Minang Geram Ada Rendang Babi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Ini bukan soal muslim dan non muslim. Atau munafik dan kolot. Ini hanyalah kearifan lokal budaya minang saat produknya tidak sesuai dengan karakter mereka.

Orang asli Minang mengaku budayanya dihina lantaran masakan Padang yang selama ini mengklaim halal berubah ketika muncul rendang babi hasil inovasi restoran Babiambo yang berlokasi di Kelapa Gading Jakarta.

Kegeraman ini berawal dari sebuah akun di salah satu media sosial yang mengunggah foto menu rumah makan Padang bernama Babiambo di Kelapa Gading, Jakarta Timur. Restotan ini menjual lauk berupa rendang daging babi.

Informasi ini menjadi viral. Masyarakat Minang di Sumatera Barat pun beramai-ramai mengajukan protes. Ketua DPRD Kab Solok Dodi Hendra mengecam Babiambo dengan mengatakan jika rumah makan itu sama saja menghina masyarakat Sumatera Barat.

Sikap reaktif orang Minang atas munculnya makanan Padang non-halal yang menyajikan rendang berbahan daging babi merupakan suatu hal yang wajar. Sebab hal itu artinya menghina budaya dan falsafah hidup orang Minang yang sangat lekat dengan ajaran agama Islam. Keterikatan masakan Padang atau Minang dengan adat dan agama Islam itu tertuang dalam falsafah: Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang artinya adat bersandar pada syariat dan syariat bersandar pada nilai-nilai adat.

Masyarakat Minang juga sangat mengecam adab sang pemilik resto yang kurang pantas jika memakai logo jam gadang dalam sebuah hidangan yang non-halal. Karena jam gadang memiliki falsafah tersendiri di dalamnya. kata ‘Babiambo’ diganti tanpa menggunakan kata-kata Minang. Menurutnya, cara itu adalah sebuah produktif sebagai adab dalam bergaul sesama anak bangsa. Sebaiknya menarasikan bahasa yang lebih sesuai dan lebih ke menjaga suasana kebatinan bersaudara sesama anak bangsa

Rendang menurut masyarakat Minang memiliki 3 makna tentang sikap. Yaitu kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan. Ketiga unsur ini dibutuhkan dalam proses memasak rendang, termasuk memilih bahan-bahan berkualitas untuk membuatnya. Sehingga terciptalah masakan dengan citarasa tinggi.

Selain itu, ada makna simbolis lainnya. Filosofi rendang bagi masyarakat Minangkabau adalah musyawarah dan mufakat. Rendang berangkat dari 4 bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat Minang.  Secara simbolik, dagiang (daging) merupakan niniak mamak (para pemimpin suku adat), karambia (kelapa) melambangkan cadiak pandai (kaum Intelektual), lado (cabai) sebagai simbol alim-ulama, dan pemasak (bumbu) menggambarkan keseluruhan masyarakat Minangkabau.

Namun tak semua warga Minang protes dengan kehadiran rendang babi itu. Seorang koki spesialis masakan Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat, Dian Anugrah, menilai bahan masakan tidak memiliki agama. Karena itulah baginya tidak ada yang salah dengan rendang babi. Terlebih pemilik restoran sudah menyebutnya sebagai non-halal.

Sergio, pemilik restoran Babiambo juga mengklarifikasi menu rendang babi miliknya. Ia menegaskan tidak bermaksud untuk menghina atau melecehkan budaya masyarakat Sumatra Barat. Sergio mengaku sangat terkejut dan tidak menyangka usaha yang ia pasarkan di salah satu aplikasi ojek online menyebabkan kegaduhan.

Penulis: Fadila Aliah Hakim

Mahasiswa Universitas Nasional Jakarta 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini