Peringatan untuk Indonesia, Suku bunga AS Naik Tertinggi Selama 30 tahun

Baca Juga

MATA INDONESIA, NEW YORK – Kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) akan memberikan dampak berat bagi ekonomi Indonesia. Salah satunya, nilai mata uang rupiah terus melemah.

Bank sentral AS (Federal Reserve) mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 0,75% menjadi 1,75% pada Rabu 15 Juni 2022. Hal ini untuk menekan harga barang yang terus melonjak. Itu adalah kenaikan suku bunga acuan tertinggi bank sentral AS – yang dikenal dengan The Fed – selama 30 tahun terakhir.

Suku bunga bank yang lebih tinggi, telah memicu peningkatan permintaan dolar dan membuat nilai tukar dolar AS menguat 10% sejak awal tahun. Imbasnya, nilai mata uang lain melemah, termasuk rupiah.

Merujuk data Bloomberg, rupiah melemah 0,31 persen menjadi Rp 14.745 per dolar AS pada perdagangan Rabu 15 Juni 2022. Meski menguat pada Kamis 16 Juni 2022 pagi, nilai tukar rupiah akan bergerak melemah terhadap dolar AS, Hal ini  arena efek dari kebijakan The Fed yang mengerek suku bunga sebesar 75 basis poin.

Ini adalah kali ketiga bank sentral AS menaikkan suku bunganya sejak Maret 2022, setelah inflasi di AS yang melonjak drastis bulan lalu. Kenaikan suku bunga akan terus terjadi, yang nantinya akan memicu ketidakpastian ekonomi global.

Gubernur bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) Perry Warjiyo menyebut kenaikan suku bunga The Fed adalah “risiko yang terus monitor dan antisipasi”.

“Semoga tidak ada suatu surprises (kejutan) di global maupun domestik. Sehingga pemulihan ekonomi secara domestik terus berlanjut. Stabilitas ekonomi dan keuangan terus terjaga, inflasi terus terjaga, nilai tukar [rupiah] terjaga, ” ujar Perry.

Ia memperkirakan suku bunga The Fed akan naik menjadi 2,75% tahun ini. Dan meningkat kembali tahun depan menjadi 3,25%.

Implikasi dari kenaikan suku bunga The Fed, bank sentral negara-negara lain akan menempuh langkah serupa. Ini akan menjadi penanda perubahan besar dalam ekonomi global.

Bisnis dan rumah tangga yang telah menikmati bunga pinjaman yang rendah selama bertahun-tahun, akan terpukul oleh kebijakan ini.”Sebagian besar bank sentral negara maju dan beberapa bank sentral negara berkembang memperketat kebijakan secara sinkron,” kata Gregory Daco, kepala ekonom di perusahaan konsultan strategi EY-Parthenon.

Adapun, PBB dan World Bank memperkirakan inflasi global yang terjadi saat ini akan menambah sekitar 75 juta – 95 juta penduduk miskin pada 2022. Ini lebih buruk dari perkiraan mereka sebelum pandemi.

Inflasi

Di Inggris, harga konsumen sudah mulai melonjak 9 persen pada bulan April. Bank sentral Inggris akan mengumumkan kenaikan suku bunga kelima sejak Desember pada Kamis 17 Juni 2022.

Suku bunga acuan bank sentral Inggris akan berada di atas 1% untuk pertama kalinya sejak 2009.

Brasil, Kanada dan Australia juga telah menaikkan suku bunga. Sementara bank sentral Eropa telah menguraikan rencana untuk melakukan langkah serupa akhir musim panas ini.

Sementara suku bunga Amerika Serikat, yang telah terpangkas pada 2020 lalu demi menyokong ekonomi selama pandemi, telah naik sebanyak dua kali tahun ini. Sebanyak 0,25% masing-masing pada bulan Maret dan Mei.

Gubernur The Fed, Jerome Powell menyebut kenaikan sebesar 0,75% adalah “luar biasa besar”, seraya mengatakan pihaknya melakukan langkah itu guna meredam inflasi dan menstabilkan harga.

“Sangat penting bahwa kita menurunkan inflasi,” katanya

“Kenaikan inflasi selama setahun terakhir jelas mengejutkan dan kejutan lebih lanjut bisa terjadi,” katanya.

Kenaikan harga barang di AS telah terjadi sejak tahun lalu. Namun saat itu, Powell mengeklaim penyebabnya karena masalah rantai pasokan.

Akan tetapi, inflasi terus meningkat tajam sejak saat itu. Apalagi terjadi perang di Ukraina dan lockdown di Cina akibat pelonjakan kasus Covid.

Survei terbaru menunjukkan publik memperkirakan inflasi akan terus memburuk, meskipun The Fed telah meresponsnya dengan menaikkan suku bunga.

”The Fed menghadapi tes kredibilitas inflasi,” kata ekonom David Backworth, peneliti senior dari Mercatus Center di Universitas Goerge Mason.

Warga AS Panik

Kepada BBC, Ignacio Lopez, seorang koki di Boston mengeluhkan soal kenaikan harga yang gila-gilaan, Selama 18 bulan terakhir, restoran tempat Lopez berbisnis koki terdampak kenaikan harga bahan makanan. Harga barang-barang dengan rantai pasokan yang rumit, seperti barang kemasan dan keju impor, sangat tinggi. ”Ini gila dan tidak berhenti. Setiap minggu semuanya naik,” katanya.

Para pelaku usaha telah menaikkan harga produk mereka demi mengimbangi biaya. Namun Lopez mengatakan ia tak mau menaikkan harga makanannya terlalu tinggi karena khawatir kehilangan pelanggan. Lopez khawatir kenaikan suku bunga tidak akan membantu. Sebab permintaan konsumen masih tetap saja kurang akibat pandemi Covid-19 yang menghajar Amerika.

Terakhir kali The Fed menaikkan suku bunga setinggi ini pada 1984, hampir tiga puluh tahun lalu. Karena lambat bertindak, dan kini bergerak lebih agresif untuk mengejar ketertinggalan, pembuat kebijakan di AS menghadapi potensi bahwa langkah mereka justru menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi.

Harga makanan yang mahal adalah salah satu faktor yang memicu inflasi. Dengan membuat kredit kian mahal, kenaikan suku bunga ini akan memperlambat aktivitas ekonomi, membuat permintaan lesu – dan secara teori, mengurangi tekanan harga.

Proyeksi yang dirilis oleh The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat menjadi sekitar 1,7% tahun ini. Lebih rendah dari perkiraan mereka sebelumnya pada Maret.

Tingkat pengangguran yang saat ini sebesar 3,6%, akan meningkat menjadi 3,7% dan mencapai 4,1% pada tahun 2024.

Ekonomi global

Dengan kenaikan suku bunga terbaru, suku bunga pinjaman bank akan kembali ke posisi semula pada 2019. Atau relatif rendah menurut data historis.

Namun kenaikan suku bunga selama beberapa bulan terakhir, telah terasa dampaknya.

Suku bunga yang lebih tinggi telah membantu meningkatkan permintaan terhadap dolar. Imbasnya, nilai tukar dolar AS naik 10 persen sejak awal tahun. Sedangkan nilai tukar mata uang lain melemah.

Penjualan rumah juga melambat drastis karena suku bunga hipotek mengikuti suku bunga Fed yang lebih tinggi. Pengumuman kenaikan suku bunga juga menunjukkan penjualan ritel turun bulan lalu. Karena kenaikan harga bensin telah membuat warga AS mengucurkan lebih banyak uang untuk membeli bahan bakar. Rata-rata harga bensin di AS adalah USD 5 atau setara Rp 73.000 per galon

Para ekonom sempat memperkirakan bahwa Maret 2022 akan menjadi puncak lonjakan harga konsumen. Namun, data pada Mei 2022 malah memperlihatkan lonjakan lagi, dengan kenaikan sampai 8,6 persen dalam 12 bulan terakhir.

Dampak bagi Indonesia

Pendiri dan ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Rachini menilai  kenaikan harga energi dan pangan yang tinggi telah berdampak pada inflasi di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Inflasi akan menggerus daya beli masyarakat, sedangkan bagi investor, inflasi akan meningkatkan suku bunga sehingga investasi dan kegiatan bisnis akan terhambat.

Sementara ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo menyebut efek kebijakan The Fed akan memberikan dampak sangat berat bagi Indonesia.

“Harga akan terkerek naik. Uang lari ke Amerika, Outflow ini juga susah ditebak. Rentetan (dampak kebijakan The Fed ini) akan panjang,” ujar Dradjad.

Respons kebijakan moneter untuk mengurangi inflasi dengan meningkatkan suku bunga acuan, pada akhirnya akan memukul investasi. Khususnya foreign direct investment (FDI) ke negara berkembang karena modal akan condong lari ke negara-negara asalnya dan asset yang aman seperti dolar AS.

Namun, Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, menegaskan Indonesia memiliki “koordinasi fiskal dan moneter yang kuat” untuk merespons kenaikan harga energi dan pangan yang tinggi.

Dari sisi fiskal, kata Perry, pemerintah telah meningkatkan subsidi sehingga tidak semua kenaikan harga energi dan komoditas dunia berdampak pada inflasi dalam negeri.

“Pemerintah telah mendapat persetujuan dari DPR untuk menaikkan subsidi, khususunya bagi premium, diesel, listrik, elpiji, dan juga meningkatkan bantuan sosial,” jelas Perry.

Sementara harga-harga barang nonsubsidi, seperti Pertalite dan Pertamax, mengalami kenaikan.

Sementara dari sisi moneter, kata Perry, Bank Indonesia turut berpartisipasi dalam pembiayaan biaya kesehatan dan kemanusiaan, dengan membeli SBN senilai Rp 224 triliun.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Memasuki Masa Pancaroba, Berikut Potensi Bencana yang Patut Diwaspadai

Mata Indonesia, Sleman - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman mengimbau masyarakat untuk mulai mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi saat memasuki musim pancaroba tahun 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini