UMKM dan Perbankan Jadi Pendorong Percepatan Pemulihan Ekonomi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Rasio kredit perbankan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih sangat rendah, yakni baru sebesar 20 persen. Jumlah ini lebih rendah dibanding Singapura yang berada di angka 39 persen, Malaysia 51 persen, Jepang 66 persen, dan Korea Selatan 81 persen.

Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, berdasarkan data BRI, Pegadaian dan PNM pada 2021, 30 juta usaha mikro belum mendapatkan akses pendanaan formal.

7 juta dari jumlah pelaku UMKM tersebut meminjam ke kerabat, 5 juta lainnya meminjam ke rentenir dan 18 juta sisanya belum mendapatkan pembiayaan.

Salah satu kebijakan pemerintah untuk mengatasinya adalah meningkatkan target rasio kredit perbankan ke UMKM dari 20 persen menjadi 30 persen pada 2024. Dibentuk pula holding ultra mikro dengan tujuan dapat memberi pembiayaan murah dan cepat kepada pelaku UMKM.

“Platfotm KUR (kredit usaha rakyat) juga sudah ditingkatkan menjadi Rp 371,17 triliun pada tahun 2022. Dan relaksasi kebijakan KUR dilanjutkan dengan pemberian subsidi bunga 3 persen selama 2022,” kata Menteri Teten.

Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM, Siti Azizah menambahkan, berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan rasio pembiayaan perbankan ke UMKM menjadi 30 persen.

Di antaranya meningkatkan plafon KUR tanpa agunan dari Rp50 juta menjadi Rp100 juta, serta plafon pembiayaan UMKM menjadi 20 miliar dan realisasi bunga KUR sebesar 3 persen selama 6 bulan.

Kementerian Koperasi dan UKM juga melakukan peningkatan pembiayaan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) untuk kelompok koperasi.

“Pelaku UMKM yang non bankable atau unbankable diarahkan ke lembaga keuangan bukan bank (LKBB) seperti Bahana, PNM atau Pegadaian. Selain itu ada juga peningkatan pembiayaan produk ekspor UMKM dan mitigasi risiko pembiayaan,” kata Siti.

Relaksasi dengan subsidi bunga KUR memang sangat baik dan berdampak positif dalam membantu pelaku UMKM untuk bertahan dan melanjutkan bisnis mereka. Namun Head of IGF Progress, Reza Yamora Siregar menilai, biaya operasional bagi bank untuk menyasar pembiayaan ke UMKM masih sangat tinggi.

“Masih double digit dan bagi bank untuk masuk ke sana masih sangat expensive,” kata Reza.

Menurut Reza, di sinilah pentingnya fintech atau akses ke teknologi sebagai salah satu jalan yang dibutuhkan untuk mengurangi biaya transaksi dan risiko transaksi pembiayaan UMKM.

Cara lain menurut Reza adalah dengan memperkuat penjaminan untuk mengurangi risiko pinjaman yang telah dilakukan pemerintah pada masa pandemi Covid-19 melalui Askrindo dan Jamkrindo.

“Dengan risiko yang dijaminkan, biaya pinjaman bisa menjadi lebih rendah,” kata Reza.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

ARPI DIY Desak Kejari Sleman, Menetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Dana Hibah Pariwisata

Mata Indonesia, Kabupaten Sleman - Puluhan masa dari Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI) DIY, kembali mendatangi Kantor Kejaksaan negeri (Kejari) Kabupaten Sleman pada hari Selasa tanggal 17 Desember 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini