MATA INDONESIA, KUPANG – Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk dalam daftar 7 Provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia.
Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII) memaparkan program-programnya yang telah berjalan dan mengajak BKKBN sebagai Ketua percepatan penurunan stunting untuk berkolaborasi menurunkan stunting khususnya di NTT.
Beberapa Kabupaten/Kota di NTT yang masih menjadi penyumbang kasus stunting tetinggi yaitu Timor Tengah Selatan, Sumba Barat Daya, Sumba Barat, dan daerah lainnya yang masih di atas rata-rata nasional.
Kepala BKKBN Dr.(H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan bahwa perlu program khusus untuk mengintervensi stunting di NTT dan provinsi lain yang memiliki stunting tinggi.
“Faktor sensitif saya kira penting sekali di perhatikan, bagaimana keluarga-keluarga di NTT ini bisa kita tingkatkan huniannya, penyediaan air bersih dan seterusnya. Banyak sekali saya kira yang masih tinggal di daerah-daerah seperti itu. Oleh karena itu, saya kira kampanye tentang pentingnya 2 anak lebih sehat dan juga kehamilan yang berencana itu sangat penting. Di sertai dengan tentu ketersediaan fasilitas-fasilitas kesehatan yang cukup disana dan juga jangan lupa masalah pendataan keluarga ini menjadi sangat penting,” katanya dalam diskusi daring beberapa waktu lalu.
Program-program khusus yang telah dilakukan BKKBN di antaranya diimplementasikan pada Rencana Aksi Nasional BKKBN yang diberi nama Peran Pasti yang impelentatif di tingkat bawah.
Oleh karena itu, di dalam rencana aksi tersebut BKKBN melakukan pendekatan keluarga berisiko stunting. Hal ini berkaitan erat dengan penyediaan data. BKKBN menggunakan hasil pendataan keluarga tahun 2021 yang lebih akurat mendeteksi keluarga-keluarga yang memiliki anak stunting dan bahkan bisa memitigasi keluarga-keluarga yang nantinya berpotensi memiliki anak stunting.
Kemudian BKKBN juga telah menghadirkan tim pendamping keluarga. Karena waktu untuk mencapai prevalensi stunting sebesar 14% ditahun 2024 hanya tinggal 2,5 tahun.
Dokter Hasto sangat mengapresiasi baik pada program-program YPII dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah di NTT untuk menurunkan stunting. Desa Enonapi NTT telah memberikan konseling dan treatment kepada kasus-kasus pnemonia.
Menurut Dokter Hasto, penyakit pnemonia pada anak ini bisa menurunkan nafsu makan sehingga bisa menaikkan angka stunting. Selain itu, beberapa program dalam penurunan stunting di Desa Enonapi diantaranya melibatkan peran remaja dalam mencegah stunting seperti posyandu remaja dengan 5 pelayanan di dalamnya.
Sementara Ketua posyandu remaja Desa Enonapi NTT dari Plan PIA Timur tengah selatan Ningsih mengatakan bahwa di dalam posyandu remaja terdapat 5 (lima) meja pelayanan yaitu pendaftaran balita, ibu hamil dan ibu menyusui; penimbangan; pencatatan; penyuluhan gizi balita, ibu hamil dan ibu menyusui; dan pelayanan kesehatan, kb serta imunisasi.
YPII sangat berharap kedepan anak-anak muda dapat dilibatkan dalam pencegahan stunting khususnya di NTT. Butuh suatu perencana, desain dan strategi untuk melibatkan para anak muda.
“Dari kami dan lembaga yang lain memastikan program terlaksana dengan baik dan saya optimis apabila itu dilakukan insyaallah kita akan bisa mencapai target 3% ditahun ini. Dan khusus untuk NTT saya juga optimis bisa menurunkan dengan lebih banyak karena supaya tidak terjadi kesenjangan provinsi yang lain,” tutup Dokter Hasto.
Policy Corner #4: “Strategi Percepatan Implementasi Pencegahan Stunting Berbasis Keluarga” diselenggarakan oleh YPII untuk memaparkan praktik-praktik baik berbasis masyarakat dalam penanganan stunting di wilayah kerja Plan Indonesia dalam kurun waktu 2021-2021. Hal ini merupakan bagian dari kerja advokasi kebijakan kolaboratif untuk penurunan angka stunting dengan menyusun sebuah “Road Map Pengembangan Desa Model Pencegahan Stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Diharapkan dengan road map tersebut diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk diterapkan di daerah-daerah lainnya. Acara ini dilakukan secara daring melalui zoom meeting pada Senin, 31 Januari 2021.