Innalillahi, 10 Orang di Madagaskar Meninggal Dunia Akibat Topan Batsirai

Baca Juga

MATA INDONESIA, MADAGASKAR – Sedikitnya 10 orang dilaporkan meninggal dunia dan hampir 48 ribu warga terpaksa meninggalkan rumah mereka setelah Topan Batsirai menerjang Madagaskar.

Sementara radio pemerintah Madagaskar mengatakan bahwa beberapa warga meninggal dunia ketika rumah mereka runtuh di kota Ambalavao, sekitar 460 km (286 mil) selatan ibu kota Antananarivo.

Topan itu mendarat di Mananjary, dengan kecepatan angin 165 kilometer (103 mil) per jam, menumbangkan pohon, menghancurkan bangunan, dan memaksa penduduk meninggalkan tempat tinggal mereka.

“Mananjary hancur total, ke mana pun Anda pergi semuanya hancur,” kata seorang warga bernama Faby kepada kantor berita AFP, melansir Al Jazeera.

Penasihat teknis Wakil Presiden Senat Madagaskar, Willy Raharijaona mengatakan bahwa beberapa bagian tenggara negaranya terputus dari daerah sekitarnya karena banjir.

“Seolah-olah kita baru saja dibom. Kota Nosy Varika hampir 95 persen hancur. Rumah-rumah yang kokoh atapnya terkoyak oleh angin. Gubuk-gubuk kayu sebagian besar hancur,” katanya kepada kantor berita Reuters.

Layanan cuaca Meteo-France sebelumnya memperkirakan Topan Batsirai akan menimbulkan ancaman yang sangat serius ke Madagaskar, setelah melewati Mauritania dan membasahi pulau La Reunion di Prancis dengan hujan lebat.

Badai Tropis Ana telah mempengaruhi setidaknya 131.000  warga di seluruh Madagaskar pada akhir Januari, dengan hampir 60 orang meninggal dunia. Sebagian besar korban berada di ibu kota Antananarivo. Ana juga menyerang Malawi, Mozambik dan Zimbabwe, menyebabkan puluhan kematian.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini