Baru Jual Putrinya Rp32 Juta, Pria Ini Berencana Jual Anaknya yang Lain

Baca Juga

MATA INDONESIA, KABUL – Berita mengenai orang tua di Afghanistan yang menjual anaknya tampaknya bukan lagi hal yang tabu. Ya, beberapa orang tua di negara tersebut terpaksa menjual anak mereka demi menyambung hidup.

Parwana Malik, adalah yang terbaru dari serangkaian anak Afghanistan yang dijual. Ayahnya yang putus asa itu terpaksa menjual Malik yang baru berusia 9 tahun untuk dapat membeli makanan bagi keluarganya yang lain.

Malik dijual seharga 2,200 USD atau sekitar 32 juta Rupiah kepada seorang pria yang mengaku berusia 55 tahun. Ia mengaku khawatir akan dipukuli atau dipaksa melakukan pekerjaan berat, namun hidupnya seolah tak memiliki pilihan.

Ketika ekonomi Afghanistan runtuh di tengah pengambilalihan Taliban, keluarga Malik tidak lagi mampu untuk sekadar membeli kebutuhan hidup, termasuk makanan. Sementara itu, keluarga Malik telah tinggal di kamp pengungsian Afghanistan di provinsi Badghis selama empat tahun terakhir.

Mereka bertahan hidup dengan bantuan kemanusiaan dan pekerjaan kecil untuk menghasilkan cukup uang untuk menyediakan makanan bagi keluarga. Sebelumnya, kakak Malik yang berusia 12 tahun juga sudah dijual kepada seorang pria demi membantu membayar kebutuhan dasar.

Dalam sebuah rekaman saat Malik diperkenalkan kepada pria itu, ia tampak menolak dan terlihat menggali tumitnya ke tanah. Ayahnya mengatakan kepada pria itu untuk “tolong jaga dia” dan memohon padanya untuk tidak memukulinya.

Tapi pria itu mengatakan dia tidak membeli Malik sebagai pengantin, melainkan untuk diurus oleh istrinya sendiri sebagai salah satu anak mereka.

“(Parwana Malik) murah, dan ayahnya sangat miskin dan dia membutuhkan uang. Dia akan bekerja di rumah saya. Saya tidak akan memukulinya. Saya akan memperlakukannya seperti anggota keluarga. Saya akan bersikap baik,” kata pria itu, melansir Newsweek.

Setelah Taliban secara resmi mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus, keluarga Malik bersama dengan mayoritas warga Afghanistan lain merasa situasi mereka memburuk karena ekonomi runtuh. Dan kehidupan mereka yang kini berubah.

“Hari demi hari, jumlah keluarga yang menjual anak-anak mereka semakin meningkat. Kurangnya makanan, kurangnya pekerjaan, keluarga merasa mereka harus melakukan ini,” kata aktivis hak asasi manusia Mohammad Naiem Nazem kepada CNN.

Ayah Malik, Abdul Malik, mengatakan dia mencoba segalanya untuk menghasilkan uang sehingga dia tidak harus menjual putrinya. Ia melakukan perjalanan ke kota lain untuk mencari pekerjaan tetapi hasilnya nihil.

Ia juga mengatakan bahwa dia meminjam uang dari kerabat dan istrinya bahkan meminta makanan di sekitar kamp. “Kami adalah delapan anggota keluarga. Saya harus menjual (anak saya) untuk menjaga anggota keluarga lainnya tetap hidup,” katanya.

Malik mengungkapkan bahwa ia bercita-cita menjadi seorang guru dan tidak ingin melepaskan pendidikannya. Ia pun berusaha meyakinkan orang tuanya, sayangnya tidak berhasil. Dengan menjual putrinya, Abdul menerima domba, tanah, dan uang tunai senilai sekitar 2.200 USD.

Meskipun ilegal di Afghanistan untuk menikahi anak di bawah usia 15 tahun, itu masih merupakan praktik umum, terutama di daerah pedesaan. Dengan kelaparan nasional dan kemiskinan di dalam negeri, banyak orang tua terjebak dalam situasi yang sama seperti Abdul Malik.

Dengan seorang istri, tiga putri lagi, dan seorang putra di rumah, Abdul menyadari kenyataan pahit bahwa 2.200 USD yang ia terima dari hasil menjual putrinya hanya akan mencukupi kebutuhan keluarganya untuk waktu yang singkat.

“Seperti yang saya lihat, kita tidak memiliki masa depan—masa depan kita hancur. Saya harus menjual anak perempuan lagi jika situasi keuangan saya tidak membaik—mungkin anak berusia 2 tahun,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini