Sosok Halyna Hutchins, Kru Film yang Ditembak Mati Paman Hailey Baldwin

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Jagat hiburan tengah dihebohkan aksi aktor kawakan Amerika Serikat, Alec Baldwin. Paman dari model Hailey Baldwin ini tak sengaja menembak mati salah satu kru film Rust, Halyna Hutchins.

Halyna Hutchins merupakan salah satu sinematografer yang dikenal di kalangan komunitas film independen. Ia terlibat dalam banyak film, termasuk Rust yang menjadi proyek terakhirnya ini.

Ia lahir di Ukraina pada 1979, Hutchins tumbuh di kawasan militer Soviet di Kawasan Arktik. Halyna berkuliah di Kyiv National Universitu dan lulus dari jurusan jurnalistik internasional.

Karier pertama Hutchins sebelum menjadi sinematografer adalah jurnalis investigasi. Ia pernah terlibat dalam produksi dokumenter Inggris di Eropa Barat.

Terinspirasi dari sejumlah sinematografer senior seperti Christopher Doyle dan Sergey Urusevskiy, Hutchins kemudian fokus pada film dan pindah ke Los Angeles.

Di kota industri film tersebut, ia bekerja pertama kali sebagai asisten produksi dan kru bagian listrik di sejumlah proyek film. Namun ia juga membuat sejumlah film pendek.

Kepergian Hutchins akibat kecelakaan di lokasi syuting karena tertembak pistol properti yang digunakan Alec Baldwin menyisakan duka bagi rekan kerjanya. Banyak dari mereka kehilangan sosok Halyna yang baik hati untuk selama-lamanya.

Sementara itu, Halyna segera dilarikan ke University of New Mexico Hospital dengan helikopter setelah insiden terjadi. Sayang, nyawa Halyna tak tertolong dan ia meninggal ketika tiba di rumah sakit.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini