MINEWS, JAKARTA – Pernah gak sih, kalian mendengar nama Mr Kasman Singodemedjo. Pahlawan nasional yang pernah menjabat jaksa agung.
Meski tidak setenar Sukarno maupun Hatta, Kasman merupakan tokoh Muhammadiyah yang pernah ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. Ia menjabat sebagai jaksa agung pada periode 8 November 1945 hingga 6 Mei 1946 atau hanya sekitar 7 bulan.
Kasman menggantikan jaksa agung yang pertama, Mr. Gatot Taroenamihardja yang juga hanya melakoni masa jabatan singkat selama 12 Agustus 1945 hingga 22 Oktober 1945.
Syahdan, Kasman diundang ceramah di Ternate, Maluku Utara. Untuk itu, dia harus menyeberang ke Bitung (Sulawesi Utara).
Namun kala sampai di tepi laut, cuaca menjadi tak bersahabat. Angin besar dan ombak laut cukup tinggi, membuat pemilik perahu tak berani berlayar dan menunggu ombak reda.
Kasman marah. “Apakah ada nakhoda Muslim yang percaya bahwa hidup dan mati di tangan Allah? Siapa yang bersedia mengantarkan saya?†teriak Kasman.
Sejenak suasana menjadi tegang, namun tak lama berselang, orang-orang menjadi terenyuh hingga menimbulkan semangat dan keberanian.
Sejumlah orang mengacungkan tangan, tak terkecuali pemilik kapal dan Kasman pun harus memilih, diikuti lontaran kata terima kasih untuk yang tidak terpilih. “Kalian juga sudah mendapat pahala!†katanya.
Ketika Bung Karno menerapkan model Demokrasi Terpimpin berbagai tokoh politik, tokoh bangsa, tokoh agama dan lain-lain tidak menyetujuinya, tidak terkecuali Kasman.
Mereka pun melawan dan karena itu laju pergerakkan sejumlah tokoh, sejumlah organisasi termasuk partai politik seperti Masyumi, dihambat bahkan dibubarkan, diikuti penangkapan.
Pada 9 November 1963, Kasman dipanggil menghadap Komandan Korps Intelejen di Kantor Polisi Komisariat Jakarta Raya. Pemanggilan itu ternyata langsung diikuti penahanan.
Pada 16 November 1963, Kasman dan sejumlah tokoh yang ikut ditahan dipindahkan ke kompleks sekolah kepolisian Sukabumi lalu dipindahkan ke penjara Bogor. Alasan penangkapan dan penahanan karena Kasman dkk mengadakan rapat yang membahayakan negara.
Mereka didakwa melanggar Pasal 169 ayat (1), (2), dan (3) KUHP yaitu turut serta dalam perkumpulan dan perserikatan lain yang bermaksud melakukan kejahatan, yang dilarang undang-undang dengan ancaman penjara setinggi-tingginya enam tahun.
Tuduhan lain, berniat membunuh presiden, menyelewengkan Pancasila, merongrong kekuasaan negara, mengajak orang untuk memusuhi Sukarno, melanggar Perpres No. 11 Tahun 1963 dan No. 5 tahun 1963. Pada akhirnya Kasman dkk divonis pada 14 Agustus 1964 dengan hukuman penjara 8 tahun dan pada tingkat banding menjadi 2 tahun 6 bulan.
Setelah Orde Lama runtuh digantikan Orde Baru, Kasman tidak banyak berkecimpung lagi di dunia hukum, politik, pemerintahan kecuali di organisasi Muhammadiyah. Kasman meninggal pada 25 Oktober 1982 dalam usia 74 tahun. Sejumlah organisasi masyarakat, sejumlah tokoh, sejarawan hingga keluarga Almarhum mengusulkannya untuk menjadi pahlawan nasional.
Mr. Raden Kasman Singodimedjo lahir di Kalirejo Purworejo Jawa Tengah 25 Februari 1908. Kasman adalah seorang pemuda cerdas, penuh kreatif, aktif di berbagai organisasi perjuangan hingga keagamaan.
Dia meraih gelar sarjana di bidang hukum, menguasai bidang ketatanegaraan. Bidang politik, militer dan pengetahuan umum lainnya dipelajari secara otodidak dari aneka literatur yang dibawa para teman seperjuangannya.
Kasman memang jago omong dan omongannya runtut, lugas, bernas dan kritis. Jika bicara di panggung alias berpidato, Kasman bak singa podium. “Namanya memang Singodimejo, kenyataannya dia singa di mana-mana,†kata (Alm) Mohamad Roem, salah seorang sahabatnya yang juga seorang pejuang.