MATA INDONESIA, LONDON – Menjabat posisi penting, walikota London, ternyata tak membuat hidup Sadiq Khan aman. Ia menceritakan bahwa kehidupannya terbilang mengerikan dengan banyaknya ancaman terkait ras dan keyakinannya sebagai seorang muslim.
“Walikota kota terbesar di dunia membutuhkan perlindungan 24 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu karena warna kulitnya dan Tuhan yang dia sembah,” kata Sadiq Khan, melansir Arab News.
Khan mengatakan dalam sebuah pertemuan pada konferensi Partai Buruh di Brighton, polisi memberitahunya bahwa keluarganya dalam bahaya adalah pengubah permainan. Ia juga mengatakan harus menyesuaikan diri dengan membutuhkan perlindungan dari 15 petugas polisi adalah sebuah hal yang sulit.
“Anda tidak dapat melakukan apa pun secara spontan. Mengendarai sepeda ke tempat kerja – seperti yang sering saya lakukan, berbeda bagi saya dan Anda. Menggunakan Tub. Pergi untuk joging … itu sulit,” ucap Sadiq Khan.
“Memiliki anjing pelacak di rumah Anda itu tidak menyenangkan. Sulit untuk tidak menjawab pintu Anda. Harus memberikan konseling kepada staf Anda karena kata-kata kasar yang ditujukan kepada saya dari surat, email. Ini sungguh mengerikan,” tuturnya.
Khan mengatakan dia enggan membahas pelecehan dan risiko keamanan yang dia tanggung karena dia tidak ingin membuat orang lain dari latar belakang minoritas merasa gugup untuk mencalonkan diri sebagai pejabat politik.
“Mungkin ini pertama kalinya saya membicarakannya. Saya mungkin menjadi emosional,” sambungnya.
Sebagai catatan, Sadiq Khan kembali memenangkan pemilihan sebagai Walikota London untuk yang kedua kalinya. Ia mengalahkan pesaingnya dari Partai Konservatis, Shaun Bailey.
Sadiq memenangkan 55,2 persen suara popular pada putaran kedua. Mantan anggota parlemen itu menjadi Walikota Muslim pertama di Kota London. Ia pertama kali terpilih menjadi Walikota London tahun 2016.
Selain kharismatik, sosok Sadiq dikenal dalam ingatan publik –khususnya warga London, sebagai pengkritik utama keputusan Inggris meninggalkan Uni Eropa (Brexit). Ia juga tak segan mengkritisi kebijakan Perdana Menteri, Boris Johnson, serta perseteruannya dengan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.