MATA INDONESIA, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia-Cina hingga Agustus 2021 mencapai USD 3,96 miliar. Ini artinya defisit. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut angka ini telah menurun drastis dibanding 2019.
Dari catatan Kementerian Perdagangan, defisit perdagangan kedua negara pada 2019 mencapai USD 16,9 miliar. Jika penurunan ini konsisten sampai akhir tahun, Lutfi berharap angkanya bisa lebih rendah dari defisit pada 2020 yaitu USD 7,8 miliar.
”Sehingga merupakan defisit terendah kita sepanjang sejarah sejak kita menandatangani kesepakatan ASEAN-Cina Free Trade Agreement,” kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 16 Agustus 2021.
ASEAN-China Free Trade Agreement merupakan kerja sama dagang yang telah disepakati sejak 2004. Salah satu kesepakatannya yaitu menghapus 90 persen tarif komoditas mulai 2010.
Di bawah Cina, ada Amerika Serikat yang jadi mitra dagang terbesar kedua Indonesia. Total perdagangan kedua negara hingga Agustus 2021 mencapai USD 22,87 miliar.
Berbanding terbalik dengan Cina, perdagangan Indonesia-Amerika sudah surplus dalam beberapa tahun terakhir. Dari USD 8,5 miliar pada 2019, tumbuh menjadi USD 10 miliar pada 2020.
Sementara hingga Agustus 2021, Lutfi menyebut sudah surplus USD 8,74 miliar. “Ini pertumbuhannya sangat sehat,” kata dia.
Kalau tren pertumbuhan ini konsisten sampai akhir tahun, Lutfi yakin angkanya surplus dagang dengan Amerika bisa meningkat 30 persen tahun ini. Sehingga, tembus menjadi US$ 13 miliar.
Terakhir, Lutfi juga menyoroti perdagangan dengan tiga negara mitra dagang utama di Eropa. Ketiganya mencatat surplus hingga Agustus, yaitu Belanda USD 2,4 miliar, Spanyol USD 1,12 miliar, dan Italia USD 510 juta.
Lalu untuk Uni Eropa secara keseluruhan, Lutfi menyebut per Agustus ini sudah surplus mendekati USD 3,8 miliar. Dengan masih ada sisa beberapa bulan jelang akhir tahun, posisi ini hampir mendekati capaian di 2020 yaitu USD 4,5 miliar. ”Artinya kami on the target mencapai pertumbuhan 15 persen untuk ekspor non-migas ke Uni Eropa,” kata Mendag.