MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemerintah diminta untuk lebih melindungi dan memperkuat industri baja nasional, termasuk di dalamnya produsen baja pelat merah, PT Krakatau Steel Tbk, dengan memperketat kebijakan impor baja. Hal ini demi mewujudkan kemandirian industri baja nasional.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurahman mengatakan bahwa industri baja adalah industri yang diperlukan dalam kehidupan. Konsumsi baja Indonesia masih sangat rendah harus bisa dimanfaatkan Krakatau Steel untuk meningkatkan penjualan domestik maupun ekspor.
Maman bersama rombongan Komisi VII DPR melakukan kunjungan kerja ke Krakatau Steel, Kamis 9 September 2021. Kunjungan kerja ini bertujuan melihat langsung dan memperoleh informasi terkait penggunaan industri baja yang dijalankan Krakatau Steel.
Khususnya fasilitas baru Hot Strip Mill #2, kemudian memperoleh informasi terkait progres sektor industri baja yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, serta memperoleh informasi terkait kendala maupun dukungan yang dibutuhkan untuk menperkuat industri baja domestik.
Selain itu Maman mengapresiasi upaya manajemen Krakatau Steel dalam memperbaiki kinerja keuangannya, dari yang sebelumnya merugi, menjadi perusahaan baja yang untung pada tahun lalu.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan bahwa perusahaan berkode emiten KRAS ini kini semakin kompetitif. Biaya operasi turun sebesar 28 persen sehingga mampu melakukan penghematan Rp1,9 triliun pada 2020. Alhasil perusahaan meraih laba sebesar Rp 333,5 miliar.
”Transformasi dan efisiensi yang dilakukan menunjukkan perbaikan positif. Optimalisasi penggunaan biaya operasional untuk aktivitas produksi dan peningkatan kinerja anak perusahaan termasuk pengembangan bisnis sangat berpengaruh memberikan kontribusi peningkatan kinerja,” ujarnya.
Upaya Krakatau Steel yang sudah semakin baik ini tentunya harus didukung dengan daya saing industri melalui serangkaian kebijakan. Terdapat dua area kebijakan yang dibutuhkan dalam meningkatkan daya saing industri besi dan baja nasional.
Pertama, penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI), dan kedua, trade remedies melalui percepatan penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk cold rolled coil, cold rolled sheet, hot rolled coil, BjLAS, cold rolled stainless steel, maupun perpanjangan safeguard untuk I dan H section.
Silmy mengatakan, volume impor baja pada 2020 masih cukup tinggi yaitu sebesar 4,77 juta ton. Hingga semester 1 2021, volume impor baja mencapai 3,05 juta ton, naik 16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Peningkatan impor terbesar di Semester 1 2021 terjadi pada produk cold rolled coil/sheet sebesar 42%. Dari total impor selama semester 1, sebesar 1,12 juta ton merupakan baja paduan dengan porsi 37% dari total impor. Ini melebihi kebutuhan baja paduan dalam negeri yang hanya sekitar 10%,” kata dia.