Kemenhub: O-Bahn Mahal, Tapi Operasional Lebih Murah

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Baru-baru ini muncul usulan penerapan sistem transportasi massal O-Bahn di Indonesia. Buat yang belum tahu nih, O-Bahn adalah moda transportasi yang menggabungkan konsep bus dan kereta.

Kementerian Perhubungan pun angkat bicara dan menyebut biaya pembangunan O-Bahn lebih mahal sekitar 20 persen dari sistem Bus Rapid Transit (BRT) atau busway. Meski lebih mahal dari sisi pembangunan, biaya operasional O-Bahn justru lebih murah.

“Secara umum, berdasarkan referensi yang kita dapat, pembangunan O-Bahn itu 20 persen lebih mahal daripada busway. Tapi, kalau kita lihat dari produktivitas, artinya penumpang per kilometer yang bisa diangkut, itu lebih murah. Jadi penumpang per kilometer yang diangkut,” kata Direktur Jenderal Perkerataapian Kemenhub Zulfikri di Jakarta, Minggu 23 Juni 2019.

Sistem O-Bahn sendiri sudah diimplementasikan oleh Australia. Terdapat perbandingan biaya penumpang kilometer per tahun 1999 di mana O-Bahn disebutkan lebih mahal 0,14 dolar Australia dibandingkan bus lainnya yang sebesar 0,10 dolar Australia.

Namun, dalam hitungan biaya operasi, O-Bahn lebih murah hingga 0,22 dolar Australia dibanding bus lainnya yang sebesar 0,35 dolar Australia untuk penumpang kilometer.

Dengan jalur khusus yang memungkinkan penambahan kecepatan, O-Bahn disebut akan lebih banyak mengangkut penumpang meski kapasitasnya sama dengan BRT, yakni rata-rata 300 penumpang per dua rangkaian unit bus.

“Kalau dia (O-Bahn) punya daya angkut yang lebih besar, harga lebih murah sedikit. Kalau dibandingkan dengan passenger per kilometer bisa lebih murah dan lebih baik,” kata Zulfikri lagi.

Sementara Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menuturkan jika wacana implementasi O-Bahn masih sangat dini meski diakuinya pemerintah akan serius mengkajinya.

Pihaknya bersama Ditjen Perkeretaapian pun akan melakukan benchmarking ke beberapa negara yang telah menggunakan sistem O-Bahn. Seperti Australia, Jepang dan Inggris. Sistem tersebut pertama kali diterapkan di Essen, Jerman.

“Dalam jangka pendek ini kami akan lakukan benchmark ke beberapa negara yang sudah melakukan sistem ini,” ujarnya.

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini