MATA INDONESIA, JAKARTA – Pulau Obi di Maluku Utara ditetapkan Pemerintah sebagai proyek strategis nasional. Tujuannya menggerakkan industri hilir mineral dan mendukung industri kendaraan listrik nasional.
Bagi sebagian masyarakat, tentu banyak yang belum mengetahui tentang Pulau Obi atau juga sering disebut Obira. Ya, Pulau ini merupakan satu dari sekian pulau yang berada di kawasan Kepulauan Halmahera, dan termasuk dalam Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Seperti dikutip dari laman Indonesia.go.id, menurut data Pemda Kabupaten Halmahera Selatan 2010, luas wilayah Pulaunya mencapai 3.048 km2, di mana Pulau Obi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya dibagi ke dalam beberapa kecamatan. Sama seperti wilayah Indonesia timur lainnya, Obi juga terkenal dengan keindahan wisata pantai, pasir putih, serta keindahan air laut dan biota laut di dalamnya. Salah satunya, wisata Pulau Sambiki.
Kekhasan Kepulauan Obi semakin terangkat ketika pulau itu juga dikenal sebagai penghasil nikel. Benar, nikel kini telah jadi komoditas yang menjadi pembicaraan orang karena produk derivatifnya beragam, salah satunya produk baterai untuk kepentingan kendaraan listrik.
Mendorong lahirnya pertumbuhan baru, terutama Indonesia bagian timur, pemerintah pun telah menetapkan Kawasan Industri Pulau Obi yang merupakan salah satu bagian dari proyek strategis nasional (PSN) yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Presiden nomor 109 tahun 2020 tentang Perubahan Perpres nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional.
Kawasan industri Pulau Obi dikelola oleh Harita Group. Group Harita juga memiliki fasilitas smelter melalui PT Halmahera Persada Lygend (HPL). Selain HPL, di Kawasan Industri Pulau Obi juga terdapat perusahaan smelter lainnya, yakni PT Megah Surya Pertiwi dan PT Halmahera Jaya Feronikel. Kedua perusahaan tersebut memproduksi feronikel menggunakan RKEF.
Di samping perusahaan smelter, ada juga perusahaan pertambangan bijih nikel, yaitu PT Gane Permai Sentosa dan PT Trimegah Bangun Persada. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ketika meresmikan operasi produksi fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel dengan teknologi high pressure acid leaching (HPAL) di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Rabu 23 Juni 2021, mengemukakan bahwa pulau itu akan menjadi pusat pertumbuhan baru. “Diharapkan kawasan ini menjadi pusat pengembangan dan pusat pertumbuhan wilayah di Pulau Obi, khususnya, dan di Halmahera, serta Maluku Utara secara umum,” ujarnya.
Di kawasan Pulau Obi juga terdapat smelter yang dioperasikan PT Halmahera Persada Lygend (HPL). Perusahaan ini mengoperasikan fasilitas pengolahan dan pemurnian dengan teknologi HPAL. Untuk kepentingan itu, investasi Grup Harita diperkirakan memakan biaya mencapai lebih dari USD1 miliar atau sekitar Rp14,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per USD)
Mengingat banyaknya industri yang beroperasi di Pulau Obi ini, Luhut berharap, kawasan industri ini menjadi pusat pertumbuhan Pulau Obi dan Halmahera.
Salah satu bentuk dukungan yang dilakukan pemerintah dalam pengembangan industri smelter itu, menurutnya, berupa dukungan kesiapan tenaga kerja. Untuk itu, pembangunan politeknik di kawasan industri seperti itu menjadi sesuatu yang penting.
Hal tersebut, menurut Luhut, berguna agar dapat memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat lokal untuk menggali ilmu dan bekerja di industri smelter. “Guna mendukung industri ini, kesiapan tenaga kerja menjadi penting. Perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal menjadi perhatian. Untuk itu, diperlukan fasilitas pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja yang akan bekerja di industri smelter,” katanya.
Mengingat pentingnya kawasan industri smelter yang beroperasi di Pulau Obi, untuk menjaga kelangsungan operasi dan investasinya, perlu dukungan dari pemerintah. Lantaran itulah, kawasan industri tersebut menjadi kawasan industri strategis dan perlu untuk ditetapkan sebagai objek vital nasional. “Kita perlu jadikan kawasan industri Pulau Obi ini sebagai kawasan industri strategis, dan perlu untuk dijadikan sebagai objek vital nasional (Obvitnas),” ujarnya.