Buya Syafii: MK Harus Jalankan Hukum Secara Independen

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Gugatan sengketa Pilpres 2019 sudah memasuki tahap-tahap yang terpenting di Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini.

Eks Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma’arif alias Buya Syafii pun meminta agar MK bekerja secara profesional dan menjaga independensinya dalam menangani perkara besar tersebut.

“MK harus jalankan hukum dengan independen, tanpa ada yang bisa mencampuri atau intervensi,” ujar Buya di Jakarta Selasa 11 Juni 2019.

Selain itu, Buya beharap dalam gugatan sengketa pilpres ini, kedua kubu sama-sama bisa menahan diri dan tidak melakukan pengerahan massa yang tidak banyak berguna.

“Demo demo tidak ada gunanya. Cuma habis energi, meskipun boleh dan tidak dilarang,” kata Buya.

Buya Syafii berpesan jika tetap ada demo, massa harus berkaca aksi 21 dan 22 Mei 2019 yang lalu. Terutama kasus korban yang tewas, menurut Buya itu sudah termasuk menyia-nyiakan nyawa anak bangsa yang berharga.

Ia juga meminta agar masyarakat Indonesia sepenuhnya percaya pada hasil keputusan MK. Keputusan MK tentu adalah yang terbaik agar dapat diterima semua pihak.

“Asal profesional, berdasar fakta dan laporan. Jadi ya sudah terima saja,” ujar Buya Syafii.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini