Hasil Survei SMRC Buktikan Umat Islam Tak Percaya Isu Kriminalisasi Ulama

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan, sebagian besar masyarakat, khususnya umat Islam di Indonesia, tidak percaya dengan isu kriminalisasi ulama.

Isu ini mencuat setelah sederet peristiwa yang terkait dengan organisasi terlarang Front Pembela Islam (FPI), terutama dipenjarakannya Habib Rizieq Shihab.

Survei SMRC menunjukkan, 60 persen umat Islam tidak mempercayai bahwa ada upaya pemerintah mengkriminalisasi para ulama.

“Ada opini yang berkembang bahwa pemerintah mengkriminalisasi ulama. Terhadap opini ini 60 persen dari umat Islam tidak setuju. Tapi cukup banyak yang setuju, ada 27 persen,” kata peneliti SMRC Saidiman Ahmad, Selasa 6 April 2021.

Saidiman mengatakan survei menemukan 60 persen responden tidak percaya dan sangat tidak percaya bahwa pemerintah sering menjadikan ulama sebagai orang yang melakukan pelanggaran hukum.

Kemudian, 27 persen responden percaya dan sangat percaya, serta 13 persen responden tidak tahu dan tidak menjawab.

Survei juga mendapati 32 persen responden muslim percaya dan sangat percaya keinginan umat Islam sering dibungkam pemerintah.

Sedangkan, 54 persen responden mengaku tidak percaya dan sangat tidak percaya, serta 14 persen respon tidak tahu atau tidak menjawab.

Kemudian, survei juga menanyakan apakah masyarakat percaya atau tidak bahwa dakwah Islam di Indonesia dibatasi oleh pemerintah.

Hasilnya, 54 persen responden tidak percaya dan sangat tidak percaya. Kemudian 32 persen sangat percaya dan percaya, dan 13 persen tidak menjawab.

“Secara umum umat Islam merasa punya kebebasan untuk kegiatan keagamaan mereka, tapi cukup banyak yang tidak merasa demikian,” ujar Saidiman.

Sebanyak 50 persen responden muslim menyatakan tak setuju dan 5 persen mengaku sangat tidak setuju pada wacana izin dari pemerintah bagi pendakwah. Sementara, ada 35 persen yang setuju dan 3 persen sangat setuju pendakwah perlu izin dari pemerintah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini